Mereka akhirnya marah terhadap diri sendiri. Mereka cenderung tidak punya visi atau tidak pernah berpikir "nanti bagaimana". Mereka menjadi anak-anak yang masa bodoh dan hidup santai.
Karena pendidikan berkiblat ke barat, tidak aneh mereka dididik menjadi anak didik yang dipersiapkan menjadi tukang atau alat industri atau alat birokrasi. Pendidikan bagi mereka bukan menjadi alat pencerahan. Pendidikan bagi mereka hanya menjadi manusia yang berpikir "bagaimana nanti".
***
Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.
Bukan pertukaran pikiran.
Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,
dan bukan ilmu latihan menguraikan.
Dasar keadilan di dalam pergaulan,
serta pengetahuan akan kelakuan manusia,
sebagai kelompok atau sebagai pribadi,
tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.
Kenyataan di dunia menjadi remang-remang.
Gejala-gejala yang muncul lalu lalang,
tidak bisa kita hubung-hubungkan.
Kita marah pada diri sendiri
Kita sebal terhadap masa depan.
Lalu akhirnya,
menikmati masa bodoh dan santai.
Di dalam kegagapan,
kita hanya bisa membeli dan memakai
tanpa bisa mencipta.
Kita tidak bisa memimpin,
tetapi hanya bisa berkuasa,
persis seperti bapak-bapak kita.
Pendidikan negeri ini berkiblat ke Barat.
Di sana anak-anak memang disiapkan
Untuk menjadi alat dari industri.
Dan industri mereka berjalan tanpa berhenti.
Tetapi kita dipersiapkan menjadi alat apa ?
Kita hanya menjadi alat birokrasi !
Dan birokrasi menjadi berlebihan
tanpa kegunaan --
menjadi benalu di dahan.
Gelap. Pandanganku gelap.
Pendidikan tidak memberi pencerahan.
Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan
Gelap. Keluh kesahku gelap.
Orang yang hidup di dalam pengangguran -Â (WS Rendra "Sajak Anak Muda" dari Potret Pembangunan Dalam Puisi)
***