Mohon tunggu...
PPI TIONGKOK
PPI TIONGKOK Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merayakan Pariwisata di Desa Global

3 November 2018   21:36 Diperbarui: 3 November 2018   21:51 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pemerintah menargetkan pada tahun 2019 kunjungan wisatawan asing ke Indonesia mencapai 20 juta dengan capaian devisa 260 trilyun. Sebuah angka yang cukup fantastis akan tetapi realistis mengingat Indonesia memiliki destinasi wisata yang luar biasa banyak dan beranekaragam. Tinggal bagaimana pemerintah beserta stakeholder di bidang pariwisata mendesain strategi yang kompetitif untuk bisa menarik para turis mau berkunjung ke Indonesia. 

Di kawasan Asia Tenggara memang Indonesia dari sisi kunjungan wisatawan asing masih kalah dengan Thailand (26.100.782), Malaysia (17.343.557), serta Singapura (15.853.562) namun dari sisi pertumbuhannya Indonesia bertengger di nomor dua dengan tingkat pertumbuhan 16% pada tahun 2017, dibawah Vietnam (29,06%). 

Pada tahun 2017 terdapat kunjungan wisatawan asing ke Indonesia sebanyak 14,04 juta. Yang menarik adalah meningkat dengan pesatnya jumlah wisman yang berasal dari China yang berkunjung ke Indonesia dari tahun ke tahun. Selama ini wisman ke Indonesia banyak didominasi oleh Singapura, Malaysia, Jepang maupun Australia, namun seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi China nampaknya ikut mendorong tingkat kunjungan wisata masyarakatnya ke berbagai negara, termasuk Indonesia. 

Jika menengok data per bulan Juni 2018, sebagaimana dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini wisman dari China menduduki peringkat pertama, yakni mencapai 185,1 ribu orang (14.04%), disusul oleh wisman Singapura dengan jumlah wisman 145 ribu orang (11%) kemudian  disusul Timor Leste dan Australia masing-masing mencapai 132,9 ribu orang (10,08%) dan 115,6 ribu orang (8,77%). Padahal pada sepanjang tahun 2014 jumlah kunjungan wisatawan dari China masih menempati urutan keempat dengan jumlah 959 ribu orang, masih dibawah Singapura (1,519 juta orang), Malaysia (1,276 juta orang) serta Australia (1,098 juta orang). Dari berbagai tujuan destinasi wisata yang ada di Indonesia, Bali tetap menjadi favorit tujuan wisata para wisatawan mancanegara. Dari sisi sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sektor pariwisata menyumbang 5% dari  PDB nasional.  

Pariwisata memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional apalagi sektor ini telah ditetapkan sebagai leading sektor. Aktifitas pariwisata ini juga memiliki peran penting dalam upaya menciptakan lapangan pekerjaan baru serta berpotensi mereduksi angka pengangguran. Jika melihat data yang ada, sektor pariwisata ini telah menampung sebanyak 12 juta lapangan pekerjaan sepanjang tahun 2017 dengan pertumbuhan  lapangan kerja sebesar 30 % dalam 5 tahun terakhir. 

Hal ini membuktikan betapa sektor pariwisata telah menjadi sektor yang mampu menggerakkan jumlah angkatan kerja. Destinasi-destinasi wisata yang berada di suatu wilayah mampu menggairahkan gerak roda perekonomian serta melibatkan banyak orang secara berantai di wilayah tersebut dan sekitarnya. 

Pariwisata dan UMKM: sebuah missing link

Salah satu sektor yang memiliki peranan strategis dalam menunjang keberadaan sektor pariwisata adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sektor ini selama ini terlihat selalu setia menemani keberadaan destinasi-destinasi wisata di berbagai daerah di Indonesia. Berbagai cenderamata, jajanan, makanan, minuman yang berada di tempat-tempat wisata hampir semuanya disuplai oleh UMKM. Bahkan kalau kita melihat cenderamata di berbagai tempat wisata sepanjang Pulau Jawa dan bahkan Bali dan Lombok seperti memiliki kemiripan yang seolah semuanya dipasok dari tempat yang sama. 

Destinasi wisata di Pulau Jawa, misalnya, hampir pasti batik menjadi komoditas cenderamata yang selalu ada dan batik yang dijual hampir sama semua. Sebagian besar batik-batik yang berasal dari Jawa Tengah maupun Jogja. Hal tersebut secara sederhana dapat dilihat bahwa tidak semua destinasi wisata mengintegrasikan dirinya dengan UMKM lokal dimana destinasi tersebut berada. Cenderamata-cenderamata di beberapa destinasi wisata bisa jadi memang hanya mengandalkan pasokan dari daerah lain yang memang spesialis membuat cenderamata. Belum ada keterlibatan yang optimal dari pelaku UMKM setempat untuk memasok kebutuhan pernak-pernik wisata tersebut. 

Di beberapa destinasi wisata, utamanya yang belum popular, bahkan tidak memiliki tempat-tempat penjualan cenderamata maupun kuliner yang memadai dan bercirikhaskan tempat wisata tersebut. Padahal itu adalah potensi bagi warga lokal untuk bisa menggerakan roda perekonomiannya. Pemerintah maupun masyarakat setempat bisa menginisiasi sebuah aktivitas ekonomi berbasis wisata yang mereka miliki. 

Kita bisa bayangkan jika sebuah destinasi wisata memerlukan sebuah cenderamata saja maka berpotensi untuk menggerakkan ekonomi rumah tangga di sekitar destinasi wisata. Bagaimana tidak, setiap wisatawan yang berkunjung ke tempat wisata tentu yang mereka cari tidak hanya tempat wisatanya saja akan tetapi juga cenderamata sebagai bukti bahwa mereka telah datang di tempat tersebut. Pemerintah setempat bersama karang taruna, misalnya, bisa melakukan pembinaan untuk keahlian dalam membuat cenderamata dan kemudian membuat kelompok-kelompok usaha di kalangan rumah tangga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun