Mohon tunggu...
Stevanus Ronaldo
Stevanus Ronaldo Mohon Tunggu... Statistisi

Punya ketertarikan terhadap SAINS, Filsafat, Sejarah, Psikologi, dan Statistik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Orang Baik Bisa Saling Membenci? Pelajaran dari "The Righteous Mind"

25 September 2025   14:55 Diperbarui: 25 September 2025   14:55 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

       Buku ini juga membuka mata kita tentang perdebatan klasik: apa arti keadilan? Dalam ekonomi, misalnya, sebagian orang percaya prinsip "eye for eye", siapa bekerja lebih keras, harus mendapat upah lebih tinggi. Di sisi lain, ada kelompok yang menekankan solidaritas: si kaya harus membayar pajak lebih tinggi agar si miskin bisa hidup layak.

       Kedua pandangan ini sama-sama lahir dari fondasi moral yang sah. Yang satu menekankan fairness berbasis usaha, yang lain menekankan care terhadap yang lemah. Tanpa pemahaman ini, mudah bagi kita untuk mencela lawan ideologis sebagai serakah atau malas. Tetapi dengan kerangka Haidt, kita bisa melihat bahwa keduanya adalah kebaikan yang lahir dari rasa moral berbeda.

       Di tengah dunia yang makin terpolarisasi, The Righteous Mind adalah bacaan yang seharusnya diwajibkan, bukan hanya untuk akademisi, tetapi juga untuk politisi, birokrat, aktivis, bahkan masyarakat biasa. Buku ini mengingatkan kita bahwa perpecahan bukanlah tanda bahwa manusia semakin jahat, melainkan cermin bahwa kita punya fondasi moral yang berbeda-beda.

       Jika Anda pernah frustrasi melihat media sosial penuh caci maki politik, atau merasa putus asa karena masyarakat tampak terbelah tanpa harapan, buku ini akan memberikan perspektif baru. Anda akan sadar bahwa fanatisme tidak lahir dari kebodohan, tetapi dari kerja alami otak manusia. Anda juga akan belajar bahwa membangun dialog bukan berarti menghapus perbedaan, melainkan belajar bicara dalam bahasa moral yang bisa dimengerti lawan.

       Membaca The Righteous Mind membuat saya sadar satu hal: dunia tidak akan pernah seragam. Akan selalu ada orang liberal, konservatif, nasionalis, religius, dan skeptis. Namun, kesadaran bahwa kita semua berangkat dari fondasi moral yang berbeda dapat membuat kita lebih rendah hati.

       Empati bukanlah kompromi murahan. Empati adalah pengakuan bahwa nilai orang lain tidak otomatis salah hanya karena berbeda dari kita. Dan jika kita bisa memelihara kesadaran ini, mungkin kita bisa menjaga bangsa ini agar tetap berdiri, meski penuh perbedaan.

       Jadi, sebelum meninggal, sebelum apapun terjadi, bacalah buku ini. Karena memahami mengapa orang baik bisa berbeda adalah langkah pertama menuju masyarakat yang lebih dewasa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun