Mohon tunggu...
Stevanus Banu
Stevanus Banu Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Interaktivitas pada Jurnalisme Multimedia dan Komodifikasi Audiens

25 Oktober 2017   21:48 Diperbarui: 25 Oktober 2017   22:12 3736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Latar Belakang

Berkembangnya teknologi membawa perubahan yang cukup signifikan pada ranah komunikasi. Internet sebagai salah satu produk dari perkembangan teknologi membawa perubahan, tidak hanya pada pola komunikasi masyarakat, namun juga media yang digunakan oleh masyarakat. Istilah media baru yang kerap kali digunakan dalam ruang perkuliahan, baik oleh dosen maupun mahasiswa, merupakan bentuk kongkrit dari perubahan tersebut.

Kata 'baru' pada media baru dianggap membawa angin segar pada kehidupan masyarakat. Konsep tersebut selalu dikaikat dengan 'yang lebih baik'. Secara tidak langsung ada beberapa harapan yang disodorkan dari keberadaan konsep tersebut menurut Lister et all(2009) yaitu: media yang baru ini akan menambah produktivitas dan kesempatan belajar dan menambah cakrawala baru pada bidang kreatifitas dan komunikasi. Hadirnya media baru ini tidak dapat dipisahkan dari pengglobalan konsep neo-liberalpada ranah produksi dan distribusi. Dari hal tersebut dapat diartikan bahwa, media baru tersebut merupakan produk dari neo-liberal.

Dengan adanya media baru kemudian ada juga yang disebut dengan media lama. Media lama sendiri adalah media yang masih konvensional, seperti koran, majalah, radio, televisi, buletin. Perbedaan yang sangat menonjol dari kedua konsep tersebut adalah tergabungnya seluruh media penyampai informasi. Pada media lama, konvergensi media (penggabungan media) tidak dapat terjadi karena belum terjadinya digitalisasi pada setiap media. Maksudnya, data yang terdapat dalam media belum dirubah menjadi data dalam bentuk angka. Menurut Lister et all(2009) dalam media digital data yang ada tidak diubah kedalam bentuk lain, melainkan kedalam bentuk angka. Setelah data tersebut diubah menjadi bentuk angka, kemudian akan diproses dengan algoritma tertentu yang ada pada suatu software tertentu.

Perubahan yang ada pada media baru tidak hanya dalam hal kecil saja. Dapat dikatakan bahwa perubahan yang terjadi dari media baru sangat luas. Ada beberapa karakteristik kunci menurut Lister et all(2009), yaitu: Digital, interaktif, hypertextual, virtual, berjaringan, dan tersimulasi. Enam hal tersebut merupakan karakteristik utama yang membedakan media baru dan media lama.

Dengan adanya media baru tersebut, praktik jurnalisme, yang merupakan bentuk dari komunikasi pun ikut berubah. Perkembangan pesat dari teknologi membawa jurnalisme kearah yang sangat berbeda dari sebelumnya, cara penyampaian pesan dan pola interaksi yang terjadi pun berubah. Menurut Adzkia (2015) cara penyampaian berita tidak lagi monoplatform tetapi multiplatform. Penyampaian multiplatform tersebut mengintegrasikan platform tulisan, gambar, audio, dan video. Penyampaian berita dengan paket platform yang lebih dari dua tersebut kemudian disebut sebagai jurnalisme multimedia oleh Mark Deuze (2004). Saat ini sudah banyak media massa yang menggunakan model jurnalisme multimedia. Kebanyakan media tersebut sudah terintegrasi dengan internet, yang kemudian disebut sebagai jurnalisme online.

Jurnalisme multimedia yang dilakukan media massa berbasis online tidak serta merta dapat disamakan begitu saja. Jurnalisme online online adalah praktik jurnalime yang memproduksi berita kurang lebih untuk kebutuhan presentasi dan distribusi dalam World Wide Web. Mark Deuze (2004) menjelaskan perbedaan diantara kedua jurnalisme tersebut secara sederhana. 

Menurutnya tujuan dari jurnalisme online buka dititik beratkan pada penggunaan multimedianya. Artinya, jurnalisme yang berbentuk tulisan saja atau pun hanya berbentuk animasi tanpa ada integrasi atas keduanya, jika ditampilkan secara online dapat dikatakan sebagai jurnalisme online. Menurut Mark Deuze (dalam Adzkia, 2015) Multimedia merupakan ruh dari jurnalisme online itu sendiri.

Sebagai ruh dari jurnalisme online, jurnalisme multimedia dapat dikatakan sebagai produk dari adanya media baru. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa karakteristik yang terdapat dalam media baru juga terdapat pada jurnalisme multimedia. Adzkia (2015) menyebutkan bahwa penggunaan multimedia yang ada dalam jurnalisme multimedia merupakan implementasi dari karakteristik interaktivitas dan hypertekstual.

Rumusan masalah

Dengan banyaknya media massa yang menerapkan jurnalisme multimedia secara langsung mereka juga menerapkan prinsip interaktivitas dan hypertekstual. Tulisan ini akan membahas tentang prinsip interaktivitas yang ada pada media massa sebagai implementasi dari jurnalisme multimedia tanpa membahas prinsip hypertekstualnya. Tulisan ini akan melihat apakah interaktivitas hanya sebagai komunikasi dua arah oleh pengguna media massa yang dapat mempengaruhi sebuah berita? Atau sebenarnya ada muatan ideologis dari adanya interaktivitas tersebut?

Pembahasan

Lister et all(2009) mengatakan bahwa banyak perdebatan tentang penggunaan istilah interaktivitas tersebut. Menurutnya, interaktif adalah kemampuan pengguna media untuk mempengaruhi dan mengubah sebuah teks dan gambar yang mereka akses. Steensen (2011) melihat interaktivitas sebagai potensi kemampuan media untuk membiarkan penggunanya mempengaruhi konten dan / atau bentuk komunikasi yang termediasi. 

Rafaeli (dalam schultz,2000) mengatakan bahwa interactivity merupakan kualitas variabel dari suatu setingan komunikasi. Dalam kata lain, kuncinya adalah sejauh mana komunikasi dapat melampaui tindakan. Dengan begitu dapat diartikan bahwa, dalam interaktivitas proses komunikasi yang berjalan dapat memberikan perubahan. Perang yang ada dalam proses komunikasi pun dapat dipertukarkan dalam komunikasi interaktif.

'Interaktifitas' dimana pengguna dan media saling aktif berkomunikasi, banyak diartikan sebagai kehidupan demokrasi yang kembali muncul. Hal tersebut dikarenakan, dalam media konfensional (dimana tidak ada interaktifitas) hanya beberapa orang saja yang dapat mempengaruh konten yang ada pada sebuah media massa. Akan tetapi, dengan adanya interaktifitas tidak serta merta sebuah media akan menghidupkan demokrasi. Media tersebut malah bisa menjadi penjara panoptik virtual. 

Hal tersebut diungkapkan oleh Howard Rheingold (dalam Andrejevic,...) bahwa pilihan tersebut tergantung pada oleh siapa dan dengan tujuan apa internet tersebut digunakan. Dalam hal ini, interaktifitas yang ada pada media massa dapat dikatakan bermuatan politis. Hal tersebut dikarenakan adanya sistem kontrol yang dilakukan oleh media massa terhadap tanggapan dari penggunanya tergantung pada kepentingan media.

Interaktifitas yang ada pada media massa juga dapat digunakan oleh sektor komersial. Andrejevic (2009) menjelaskan bahwa sektor komersial memiliki dua pendekatan dalam menanggapi interaktifitas: pertama, mendukung interaktifitas sebagai cara untuk menolak model media yang top-down; kedua, memberikan prospek yang besar untuk memanipulasi dan management informasi. 

Dalam hal ini sektor komersial akan memanfaatkan data yang diperoleh dari ke interaktifitasan pengguna untuk menentukan cara mana yang dapat digunakan untuk mempengaruhi penggunanya. Artinya, interaktifitas hanya menjadi kedok sebagai sebuah sistem kontrol lain untuk mempengaruhi konsumen.

Andrejevic (2009) memberikan contoh bagaimana sektor komersial mempengaruhi para pengguna, google akan memberikan email secara gratis kepada kita jika kita mengisi beberapa data yang akan diambil oleh google. Contoh lainnya seperti facebook, mereka akan membantu kita agar dapat berhubungan dengan teman kita, jika kita mengijikan mereka menggunakan informasi yang kita berika. Dari data-data yang kita berikan, kemudian mereka akan memberikannya kepada pengiklan. Hal tersebut sama dengan apa yang Vincent mosco (2009) sebut sebagai komodifikasi audiens.

Jika komodifikasi dikatakan dapat berperan dalam media massa, itu berarti sistem kerja kapitalisme juga terdapat didalamnya. Hal itu didasari karena komodifikasi merupakan cara kapital untuk menambah keuntungan.

Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diberikan diatas dapat disimpulkan bahwa: media massa tidak akan pernah bisa lepaskan dari relasi kuasa dan sistem kapitalisme. Perubahan perubahan yang ada pada media dapat dikatakan untuk menunjang atau mengganti relasi kuasa dan kapitalisme dengan bentuk yang baru. Walaupun begitu hal tersebut tergantung siapa dan dengan tujuan apa media massa digunakan. Maksudnya Jika sistem kapital diguakan untuk membuat media massa semakin berpihak kepada masyarakat hal tersebut dapat dimaklumi, karena media juga butuk modal untuk tetap hidup.

Daftar Pustaka

Adzkia, Aghnia R.S. 2015. Praktik Multimedia dan Jurnalisme Online di Indonesia. Jurnal Komunikasi. Volume 10, Nomor 1, Hal 41-53.

Andrejevic, Mark. 2009. Critical Media Studies 2.0: An Interactive Upgrade. Interaction: Studies in Communication and Culture. Vol 1, Number 1, 35-50.

Lister, Martin, et all.2009. New Media: A Critical Introduction. Routledge: London

Steensen, Steen. 2011. Online Journalism and The Promises of New Technology. Journalism Studies, 12:3, 311-327 (http://dx.doi.org/10.1080/1461670X.2010.501151)

Schultz, Tanjev. 2000.Mass media and the concept of interactivity: An exploratory study of online forums and reader email. Media Culture and Society. Vol 22, hal 205- 221

Moscow, Vincent. 2009. The Political Economy of Communication. Sage: London.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun