Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Bioteknologi Baru

25 Agustus 2018   17:47 Diperbarui: 25 Agustus 2018   18:29 1284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diagnosa praimplantasi genetik dan seleksi embrio

Saat ini, diagnosa praimplantasi genetik dan seleksi atau pemilihan embrio dilakukan secara terbatas, hanya untuk mendeteksi penyakit anak - seperti anemia sel bulan sabit atau cystic fibrosis - yang dianggap berdampak parah pada kualitas hidup. Namun, kemajuan pesat dalam mengidentifikasi gen yang rentan penyakit, akan memungkinkan para ilmuwan untuk mendeteksi juga varian genetik yang dampaknya tidak sedemikian parah pada kehidupan seorang anak; seperti kerentanan terhadap obesitas, diabetes, penyakit jantung, asma, dan berbagai jenis kanker. Demikian juga tampaknya variasi genetik yang meningkatkan ketahanan terhadap penyakit akibat infeksi juga akan teridentifikasi. Identifikasi dan modifikasi gen yang dapat menyebabkan kerentanan  terhadap “sifat-sifat yang diinginkan secara sosial” jauh lebih spekulatif dan masih dalam ranah fiksi ilmiah. Namun, kecepatan kemajuan di bidang teknologi genetika molekuler dan reproduksi tidak mengizinkan kita merasa tidak peduli dalam hal ini.

Pada umumnya, orang membuat perbedaan antara seleksi negatif yang melawan embrio pembawa variasi genetik yang diperkirakan akan menyebabkan penyakit, dan seleksi positif untuk mendukung embrio yang ditemukan membawa variasi genetik yang diinginkan secara sosial. Ternyata perbedaan itu tampak kurang jelas dibanding yang terlihat pada awalnya. Jika kita memutuskan untuk tidak memilih embrio yang bergenotipe cenderung menjadi penyebab penyakit tertentu, haruskah kita menolak untuk memilih embrio yang bergenotipe pembawa yang cenderung tidak terpengaruh oleh penyakit itu, tetapi bisa jadi menularkannya pada keturunannya di masa depan? Apakah seharusnya orang memilih variasi genetik yang diketahui ada kaitannya dengan pengurangan risiko penyakit, dengan membandingkannya dengan populasi umum? Dari semua embrio yang tersedia, mengapa tidak dipilih yang memiliki risiko terkecil terhadap penyakit dan juga memiliki kesempatan masa depan kesejahteraan yang terbaik?

Banyak orang, salah satunya Lee Silver, ahli bioteknologi, memprediksi bahwa pemilihan embrio sudah diterima di dunia masa kini, setidaknya dalam masyarakat AS, yang mayoritasnya “berpegang teguh pada pandangan akan pentingnya kebebasan pribadi dan keberuntungan pribadi sebagai hal utama dalam memandu apa yang diperbolehkan dan dapat dilakukan.” Meskipun pemilihan embrio saat ini digunakan oleh sebagian kecil calon orang tua untuk menyaring sejumlah kecil penyakit, “di masa mendatang, tiap tahun kekuatan teknologi akan makin berkembang, dan penerapannya akan menjadi makin efisien. Perlahan tapi pasti, pemilihan embrio akan menjadi bagian dalam budaya AS, seperti apa yang telah terjadi di masa lalu dengan teknologi reproduksi lainnya .... Lingkungan dan gen saling berdampingan. Keduanya memberikan kontribusi bagi kemungkinan seorang anak berprestasi dan sukses dalam hidupnya, sekalipun hal itu tidak dapat dijamin oleh satu atau yang lainnya. Jika kita memperbolehkan pemakaian uang untuk mendapat keuntungan bagi yang satu (artinya memengaruhi lingkungan), maka klaim untuk melarang yang lain (artinya memengaruhi gen) sulit dipertahankan, terutama dalam masyarakat yang melonggarkan atau memberikan perempuan hak aborsi dengan alasan apapun.” Dengan kata lain, jika masyarakat telah menerima bahwa adalah legal untuk menghancurkan janin yang tidak diinginkan, atas dasar logika apa kita dapat menolak kemungkinan pemilihan embrio dengan karakteristik yang diinginkan?

Di beberapa negara, proses pencarian donor telur atau sperma menjadi semakin dikomersialkan. Melalui internet, orang dapat meninjau profil calon donor serta dapat memilih dengan tepat asal etnis, warna mata, tinggi badan, prestasi pendidikan, dan minat. Khususnya, donor sel telur paling sulit dicari dan disebut-sebut bahwa donasi telur menjadi sarana bagi mahasiswi miskin untuk membayar biaya pendidikan mereka di perguruan tinggi.

Pemilihan donor sesuai dengan preferensi masing-masing orang mungkin memberikan hasil yang tidak terduga. Ada pasangan lesbian dengan kondisi tuna rungu berat yang sengaja untuk memiliki anak tuli, dengan memilih pendonor sperma dari teman yang mempunyai sejarah keluarga tuna rungu. Sebagai anggota komunitas tuna rungu, mereka berharap memiliki anak yang akan masuk ke dalam gaya hidup mereka dengan mudah. Kasus seperti itu memicu diskusi mengenai sejauh mana kebebasan pribadi untuk dapat mengatur penerapan teknologi reproduksi.

Saudara kandung sebagai penyelamat

Pengujian praimplantasi genetik memberi kemungkinan bahwa pemilihan embrio dilakukan untuk menciptakan seorang anak yang dapat berperan sebagai donor jaringan yang cocok untuk saudaranya yang ada sekarang. Di Inggris pada 2003, Raj dan Shahana Hashmi memohon izin pada pengadilan untuk menciptakan seorang bayi melalui seleksi embrio. Bayi tersebut akan menjadi donor sumsum tulang yang cocok untuk anak mereka yang berusia empat tahun, Zain, seorang penderita thalassemia beta (penyakit yang mirip anemia sel sabit). Setelah pertarungan hukum yang panjang dan melelahkan, Pengadilan Banding setuju bahwa prosedur dapat dilanjutkan. Dalam kasus serupa, sebuah keluarga Inggris lainnya melakukan perjalana ke Chicago untuk pemilihan embrio yang dilakukan untuk menciptakan bayi yang dapat bertindak sebagai donor sel induk untuk kakak laki-lakinya, yang menderita kondisi langka, Anemia Diamond Blackfan. Kasus seperti itu menggambarkan  betapa mudahnya “pariwisata medis” (medical tourism) internasional mengalahkan kerangka peraturan bioetika nasional.

Kloning

Penciptaan Dolly, domba kloning pada Februari 1997 menandai suatu tonggak kemajuan selanjutnya dalam bioteknologi. Dolly diciptakan menggunakan DNA (Deoxserybose-Nucleic Acid) yang diambil dari pembudidayaan yang disebut cell-line yang dibudidayakan dari sel kelenjar susu seekor domba dewasa. Bahan yang merupakan nukleus (kata jamak dari neuclei yang berarti inti sel) itu dipindahkan ke dalam telur yang tidak dibuahi yang nukelus asilnya telah diambil. Embrio yang baru dibuat kemudian dimasukkan ke dalam rahim domba lainnya, dan di situ ia tumbuh menjadi Dolly.

Para ahli etika pun segera melontarkan tanggapan mengenai kemungkinan bahwa prosedur yang sama bisa dilakukan bagi umat manusia. Hal itu bukan gagasan baru. Aldous Huxley dalam novelnya Brave New World telah memperkenalkan konsep tersebut ke khalayak ramai. “Proses Bokanovsky ... satu telur, satu embrio, satu orang dewasa - hal yang normal. Tetapi, telur yang telah di-bokanovsky-kan akan bertunas, akan bertambah banyak, akan membelah. Dari delapan sampai menjadi sembilan puluh enam tunas, dan setiap tunas akan bertumbuh menjadi embrio/janin yang terbentuk dengan sempurna, dan setiap janin menjadi orang dewasa yang berukuran penuh. Membuat sembilan puluh enam manusia tumbuh, yang sebelumnya hanya satu pertumbuhan saja. Suatu kemajuan.” Film Ira Levin The Boys from Brazil didasarkan pada pemanfaatan kloning dalam konspirasi yang bertujuan untuk melipatgandakan tentara neo-Nazi yang jahat dan kejam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun