Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penatalayanan yang Berpusatkan Injil

17 Agustus 2018   23:17 Diperbarui: 26 Agustus 2018   04:53 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain itu, kepercayaan untuk berdagang biasanya tidak diberikan pada seorang budak. Budak biasanya bertugas untuk melakukan hal-hal yang kasar, entah di rumah atau di ladang. Kepercayaan untuk mengelola uang sangat jarang diberikan kepada seorang budak. Sebagai tambahan, dalam perumpamaan sebelumnya Tuhan Yesus juga sudah membahas tentang seorang penatalayan (24:45-51). Walaupun kata yang dipakai bukan kata "oikodomos: penatalayan", konsep yang terkandung di dalamnya tetap sama. Sekali lagi, hamba-hamba di dalam perikop ini bukanlah budak, melainkan seorang penatalayan.

Kita akan melihat bagaimana relasi antara tuan dan penatalayan dalam perumpamaan ini. Pertama, tuan berarti pemilik. Tuan memiliki penatalayan. Tambahan kata sifat "tous idious" pada kata benda doulous di ayat 14 memberi penekanan bahwa sang tuan adalah pemilik hamba-hamba itu (KJV/ASV "his own servants" NASB "his own slaves"). Penegasan ini sayangnya tidak muncul dalam terjemahan LAI:TB. Dengan kata lain, mereka ini bukanlah hamba-hambanya saja, tetapi hamba-hambanya sendiri. Penekanan ini berfungsi untuk menunjukkan kepemilikan tuan terhadap hamba-hamba itu. Jadi, yang dimiliki tuan bukan hanya modal kerja, tetapi juga para hamba sekaligus. Walaupun sang tuan berada di tempat yang jauh (25:14) dan dalam waktu yang lama (25:19), dia tetap berperan sebagai pemilik dari hamba-hamba itu. Ini adalah satu fakta yang tidak berubah. Begitu pula dengan kita. Bukan hanya harta kita yang adalah milik Allah. Bukan hanya segala sesuatu yang kita miliki yang adalah milik Allah. Diri kita sendiri adalah milik Allah. We belong to God. Our belongings also belong to God.

Kedua, tuan mengenal hamba-hambanya. Tuan yang tidak mengenal hambanya tidak mungkin berani memercayakan uang yang begitu besar kepada hamba tersebut. Dia mengenal baik siapa hambanya. Mungkin kita akan berpikir, mengapa sang tuan memberikan uang sebesar itu bahkan kepada hamba yang ketiga? Apakah sang tuan tidak mengenal kelakuan hamba ketiga ini?

Pengamatan lanjutan menunjukkan bahwa hamba ketiga sebenarnya tidak seburuk apa yang kita pikirkan selama ini. Kalau kita berada dalam posisi hamba yang ketiga, sebetulnya kita punya banyak pilihan yang tersedia. Dia bisa saja kabur karena tidak suka dengan tuannya. Namun ternyata dia tidak kabur. Dia memilih untuk menyembunyikan uang tuannya di dalam tanah (25:18). Apa tujuan dia menyembunyikan uang itu? Fakta bahwa sering terjadi peperangan pada waktu itu memungkinkan kita untuk menafsirkan tindakan ini berguna untuk mengamankan uangnya. Hamba ketiga ini tidak mau berdagang, tetapi dia juga tidak mau kehilangan uang yang sudah dipercayakan tuannya. Itulah sebabnya mengapa ia menyimpan uang itu di dalam tanah. Orang-orang kuno memang memiliki tradisi semacam ini dalam hal menyimpan benda-benda berharga. Lalu, mereka biasanya juga memberi tanda yang permanen pada posisi barang yang disembunyikan. Fakta bahwa uang itu disembunyikan di dalam tanah untuk tujuan mengamankan adalah sebuah maksud yang baik dari hamba ketiga. Berarti, tuan ini sudah mengenal hamba-hambanya, termasuk hamba yang ketiga. Dia tahu bahwa hamba-hambanya tidak akan menghilangkan uangnya dan tidak akan membawa lari uangnya.

Selain itu, teks juga secara gamblang mencatat bahwa jumlah yang berbeda untuk tiap hamba (lima, dua, dan satu talenta) didasarkan pada kemampuan masing-masing hamba (25:15). Mengapa diberikan jumlah yang berbeda? Karena tuannya mengenal kemampuan masing-masing. Di sinilah keadilan sang tuan terlihat jelas. Adil belum tentu sama rata. Adil berarti memberikan apa yang menjadi hak orang lain atau apa yang seturut dengan kemampuan setiap orang.

Kita tidak boleh iri dengan talenta yang diberikan Tuhan kepada orang lain. Tuhan mengenal kita lebih baik daripada kita mengenal diri kita sendiri. Kalau kita mau talenta yang lebih banyak, maka kita harus setia dahulu dalam hal yang kecil dan sedikit. Suatu waktu Tuhan akan percayakan yang lebih besar dan lebih banyak. Kalau kita melihat orang lain diberikan talenta yang banyak, mungkin dia sudah terbukti setia dalam hal yang kecil. Tuhan mengenal kita semua, sehingga Ia memercayakan sesuai kemampuan kita.

Ketiga, tuan meminta pertanggungjawaban dari hamba-hambanya. Bagian awal dari perumpamaan ini tidak menyebutkan instruksi khusus dari tuan kepada hamba-hambanya berkaitan dengan cara penggunaan uang. Setiap hamba bebas memutar uang tersebut untuk kepentingan tuannya. Bahkan kisah selanjutnya tetap tidak memberi petunjuk apapun tentang cara hamba ke-1 dan ke-2 menggunakan talenta mereka. Yang jelas, setiap hamba harus bersiap-siap memberi pertanggungjawaban pada saat tuan itu kembali dari bepergian jauh (25:19b).

Tambahan kata sifat "tous idious" pada kata benda "doulous" di ayat 14 memberi penekanan bahwa sang tuan adalah pemilik hamba-hamba itu (NIV "settled accounts"). Istilah ini adalah istilah yang lazim dipakai dalam dunia perdagangan (bandingkan arti kata "kontrak"). Sebetulnya, ada kontrak yang ditandatangani oleh hamba dan tuan ini. Sang tuan bukan hanya memercayakan dan membiarkan begitu saja. Fakta bahwa sang tuan meminta pertanggungjawaban dari penatalayan membuktikan bahwa memang sudah ada kesepakatan yang disetujui sebelumnya. Dengan cara yang sama kita dapat memahami bahwa Tuhan sudah memeercayakan setiap kita sejumlah talenta. Tuhan akan meminta pertanggungjawaban kepada kita bila tiba harinya. Apa yang sudah kita lakukan terhadap milik Tuhan? Apa yang sudah kita lakukan dengan talenta kita bagi perkembangan Kerajaan Allah di muka bumi?

Yang diharapkan tuan dari para penatalayan

Apa yang diharapkan tuan dari para penatalayan? Pemberian talenta dimulai dengan sebuah kepercayaan. Bagaimanapun, kepercayaan tidak boleh hanya diterima dan dinikmati. Kepercayaan harus direspons dengan etos kerja yang tepat. Apa saja yang diinginkan tuan dari hamba-hambanya?

Pertama, kesegeraan. Kata "poreuomai" (LAI:TB "segera") di ayat 16 secara tata bahasa bisa menerangkan tindakan sang tuan (ay. 15 KJV "and straightway took his journey"). Sehingga bisa diterjemahkan, "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat dengan segera." Namun saya yakin Yesus tidak sedang memaksudkan seperti itu. Dari sisi pertimbangan konteks, pilihan terakhir terlihat lebih tepat. Tidak ada situasi gawat darurat yang mengharuskan tuan itu untuk pergi secara terburu-buru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun