Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penatalayanan yang Berpusatkan Injil

17 Agustus 2018   23:17 Diperbarui: 26 Agustus 2018   04:53 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata "segera" yang muncul di awal kalimat sebetulnya adalah kata yang menekankan respons dari hamba yang menerima lima talenta. Kata keterangan "demikian juga" (hosautos) di ayat 17 mengindikasikan bahwa hamba kedua juga memiliki kesegeraan. Penempatan kata ini di awal kalimat (ASV/NASB/NRSV) turut mempertegas hal tersebut. Jadi, walaupun jumlah yang dihasilkan berbeda, tetapi etos kerja yang ditunjukkan tetap sama: mereka sama-sama bersegera. Maka dalam hal ini saya setuju dengan LAI:TB yang menerjemahkan bahwa hamba pertama langsung bergegas menunaikan tugasnya dengan segera, walaupun kedatangan tuannya mungkin masih lama sekali.

Kesegeraan ini merupakan sikap yang menarik sekali. Kesegeraan dari hamba pertama dapat memberi kontras yang kuat dengan durasi kepergian tuannya (25:19a "lama sesudah itu"). Kalau kita tahu tuan mau berpergian jauh, kebanyakan dari kita mungkin akan menunda-nunda tugas yang dimandatkan. Kalau bisa menunggu, mengapa dilakukan sekarang? Bukankah kita lebih suka menunda-nunda pekerjaan? Sikap seperti ini bukanlah sikap seorang penatalayan yang baik. Tuhan menginginkan kita menjadi penatalayan yang memiliki kesegeraan. Kesegeraan inilah yang Allah harapkan dari kita. Jadikan ini kebiasaan bagi kita.

Kedua, kebaikan. Hamba ke-1 dan ke-2 mendapatkan pujian dari tuannya. Dalam teks Yunani, kata "baik sekali" adalah kata seruan "eu" yang menekankan sebuah pujian akibat dari kelakuan yang baik. Mereka disebut "hamba yang baik" (doule agathe, 25:21, 23). Sebagai kontras, hamba ke-3 disebut "hamba yang jahat" (ponere doule, 25:26). Dua kata ini memang seringkali digunakan dalam kaitan dengan karakter seseorang. Dua hamba yang pertama bersedia bekerja keras untuk memberikan keuntungan kepada tuannya walaupun sang tuan hanya memberikan modal saja, sedangkan hamba terakhir menolak melakukan itu dan justru mengata-ngatai yang jahat terhadap tuannya (bdk. 25:24).

Sang tuan menganggap bahwa yang jahat adalah hamba ketiga. Berarti, yang baik adalah hamba yang terus bekerja untung kepentingan tuannya walaupun si hamba tidak mendapat manfaat apa-apa dari pekerjaannya. Sikap inilah yang tidak ada pada diri hamba ketiga. Dia terlalu perhitungan sehingga tidak mau bekerja keras jika tidak mendapatkan keuntungan. Saya yakin jika hamba ketiga mendapatkan keuntungan dari mengembangkan satu talentanya itu, tentu saja keuntungannya akan diberikan kepada dia. Dengan kata lain, dia tidak sadar bahwa dirinya juga akan mendapat keuntungan, maka dia tidak mau bekerja untuk tuannya.

Apakah kita tetap akan melakukan hal-hal yang positif bagi orang lain walaupun tidak akan ada keuntungan yang akan kita dapatkan? Bukankah kita seringkali hitung-hitungan dengan Tuhan? Kalau aku sudah melayani begitu rupa, apa yang aku dapat? Kalau aku setia memberi persepuluhan, aku dapat apa? Kalau aku memberikan semua yang aku miliki untuk Tuhan, aku dapat apa? Kalau memang Tuhan saja yang mendapatkan keuntungan, kalau memang segala kemuliaan hanya bagi Tuhan, apa untungnya buatku? Selalu pertanyaannya adalah, "aku dapat apa?"

Banyak memberikan persepuluhan tidak ada hubungannya dengan menjadi makin kaya, makin makmur, makin sukses, maupun makin populer. Mungkin saja kita sudah melayani dengan sungguh-sungguh tetapi kesulitan hidup makin bertambah, masalah makin berkembang, bahkan kesehatan semakin menurun. Ini adalah sebuah fakta yang realistis. Memikirkan keuntungan diri sendiri dari pelayanan yang diberikan oleh Tuhan adalah ciri dari pekerja yang jahat dan malas. Ingat baik-baik, kita ini penatalayan, kita adalah milik Tuhan. Apapun yang kita miliki juga adalah milik Tuhan. Kalau kita bekerja untuk Tuhan, jangan meminta apa-apa. Fakta bahwa kita bisa bekerja untuk Tuhan adalah sebuah anugerah yang tak ternilai harganya. Kalau kita banyak menuntut, maka kita bukanlah seorang penatalayan yang baik. Kita tidak memikirkan kebaikan dari Sang Tuan. Upah kita adalah bahwa kita bisa melayani tanpa upah.


Ketiga, kesetiaan. Selain disebut sebagai "hamba yang baik, hamba ke-1 dan ke-2 juga disebut "hamba yang setia" (doule piste, 25:21, 23). Pujian ini tampaknya mendapat penekanan lebih dibandingkan pujian sebelumnya. Kesetiaan dikaitkan dengan waktu yang lama (25:19). Kesetiaan juga diulang kembali di ayat 21 dan 23 ("engkau telah setia").

Konsep tentang kesetiaan dalam kisah ini bukan hanya tentang waktu. Kesetiaan hamba ke-1 dan ke-2 dikontraskan dengan kemalasan hamba ke-3 (25:26). Hamba yang ketiga tidak ditegur sebagai hamba yang tidak setia. Jika yang ditekankan adalah waktu, maka hamba ke-3 juga tergolong setia. Ia tidak meninggalkan tuannya. Ia tidak menggunakan uangnya untuk hal-hal yang sembrono (bdk. 24:45-51). Dengan menguburkan uangnya di dalam tanah, hamba ke-3 bahkan ingin memastikan bahwa uang tuannya berada pada tempat yang aman. Walaupun demikian, kesetiaan -- sekali lagi -- bukan hanya masalah waktu. Setia di dalam perikop ini harus ditafsirkan dalam perbandingan dengan kemalasan. Kerja keras terus-menerus adalah ukuran kesetiaan yang sejati. Bukankah ada orang-orang tertentu yang tetap melayani di suatu bidang dalam jangka waktu yang lama tetapi mereka tidak pernah memberikan yang terbaik dalam bidang itu?

Jika kita berkomitmen dengan jelas, melakukannya dengan sungguh, bekerja dengan keras, bekerja dengan sungguh-sungguh dari awal sampai akhir, itulah yang disebut kesetiaan. Kesetiaan bukan hanya masalah waktu, tetapi juga tentang kerja keras. Itulah sebabnya setia dikontraskan dengan kemalasan. Berikan yang terbaik dari apa yang Tuhan percayakan untuk kita. Ada pujian dari Tuhan di ujung jalan yang menanti hamba-Nya yang setia.

Keempat, ketundukan. Mengapa hamba yang ketiga takut (25:25)? Sebagian orang berpendapat bahwa hamba ketiga mengalami sakit hati karena iri hati dengan sesama hamba yang lain. Bagaimanapun, tafsiran ini pasti keliru. Sama sekali tidak ada unsur sakit hati dalam perkataan hamba yang ketiga kepada tuannya. Jika perbedaan jumlah talenta membuat hamba yang ketiga tidak mau bekerja, saya yakin yang diberi dua talenta juga tidak mau bekerja; karena dia juga pantas untuk bersikap iri hati. Persoalannya bukan iri hati atau tidak. Persoalannya adalah hamba ketiga merasa tuannya menggunakan otoritasnya secara semena-mena. Dia merasa tidak adil sebab tuannya hanya mau menuai dan memungut tetapi tidak mau menabur dan menanam. Dengan kata lain, sikap hamba ke-3 ternyata didorong oleh kekerasan hatinya yang tidak mau tunduk pada kedaulatan tuannya.

Ia bahkan menuduh tuannya sebagai pribadi yang keras (LAI:TB "kejam") dan seenaknya mengambil untung dari apa yang tidak ia kerjakan (25:24). Dan kita tahu bahwa tuannya bukanlah seorang manusia yang kejam, sebab ketiga hambanya diberi jumlah yang besar. Bukti lain terhadap ketidakkejaman tuannya adalah bahwa pada waktu menghukum hamba yang ketiga, sang tuan tidak mengambil satu talenta itu untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi diberikan kepada hamba yang pertama (25:28). Menariknya, sang tuan tampaknya "mengamini" bagian terakhir dari tuduhan ini (25:26), walaupun bagian yang awal jelas tidak mengenai sasaran (25:21, 23, 28). Maksudnya, sang tuan memang berhak atas keuntungan yang diperoleh oleh hamba-hambanya. Mengapa? Karena semua hambanya adalah miliknya dia. Harta mereka juga adalah miliknya. Sudah sepantasnya kalau tuan menyatakan kedaulatannya di bagian ini. Karena itu, sudah seyogianya apabila hamba-hambanya tunduk kepadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun