Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pertobatan yang Benar

17 Agustus 2018   20:45 Diperbarui: 23 Agustus 2018   22:55 3227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang kedua, kita perlu menggarisbawahi bahwa Alkitab lebih banyak membicarakan tentang hasil pertobatan daripada proses konkretnya. Banyak tokoh Alkitab yang kisah pertobatannya tidak diceritakan, walaupun perubahan hidup mereka tetap terlihat jelas. Dari porsi pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa yang paling penting adalah kesungguhan dan kualitas pertobatan seseorang, bukan seberapa spektakuler seseorang berjumpa dengan Kristus.

Selanjutnya, apa ciri-ciri pertobatan yang benar? Pertama, supranatural. Pertobatan bukan sesuatu yang terjadi secara alamiah. Manusia berdosa tidak mungkin mempertobatkan dirinya sendiri. Manusia yang hidup di dalam dosa tidak mungkin bisa melakukan sesuatu yang bisa membawanya pada pertobatan. Seseorang yang belum bertobat adalah musuh-musuh Allah (seteru Allah) yang memberontak kepada Allah. Musuh-musuh Allah tidak mungkin akan mencari Allah, apalagi untuk mengasihi-Nya. Pemberontak tidak mungkin dengan sukarela mengasihi dan memilih Allah. Tidak mungkin! Kita tidak punya kuasa untuk mencari Allah dan menemukan-Nya. Kita tidak punya kuasa untuk memilih dan mengasihi-Nya.

Kecuali kalau Allah bekerja terlebih dahulu di dalam hati kita; Roh-Nya yang kudus melembutkan hati kita (melahirbarukan kita), maka barulah natur kita yang berdosa dikalahkan sehingga kita bisa mengalami pertobatan yang sejati; beriman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Inilah yang harus kita camkan baik-baik.

Orang bisa saja hanyut oleh suasana. Emosi mereka meluap-luap oleh karena situasi. Misalnya dalam acara KKR yang suasananya diatur dengan begitu rupa sehingga menimbulkan kenyamanan yang begitu rupa. Kita bisa saja terharu oleh khotbah-khotbah yang menyentuh perasaan kita sehingga kita larut dalam pertobatan yang palsu. Kita mengangkat tangan ketika ditantang untuk bertobat, tetapi kita melakukan itu hanya karena terbawa suasana dan euforia di tempat itu. Bisa jadi kita merasa sudah bertobat setelah ibadah yang spektakuler, tetapi kita tidak sungguh-sungguh mengalami karya Roh Kudus dalam hidup kita (bdk. Yoh. 2:23-25). Kita bisa saja terlihat begitu antuasias dan bergairah setelah KKR, tetapi ini semua hanya muncul karena situasi dan euforia yang didukung oleh suasana. Jika tidak ada pekerjaan Roh Kudus yang melahirbarukan kita, maka tidak mungkin pertobatan yang sejati bisa terjadi (bdk. Yoh. 3).

Kedua, radikal. Kita perlu mempertajam arti kata "radikal". Kata ini berasal dari bahasa Latin “radix”, yang berarti "akar". Perubahan radikal berarti perubahan yang bersumber dari dalam, menyentuh sampai ke akar persoalannya. Jadi, radikal memang tidak selalu terlihat spektakuler dari luar. Yang penting adalah apa yang terjadi di dalam diri seseorang. Apa yang kita bisa lihat dari luar seharusnya mewakili apa yang terjadi di dalam hati kita. Jika hanya bagian luarnya saja yang diubah - cara berbicara, tata krama, etika - tanpa mengalami perubahan dari dalam, maka itu bukanlah pertobatan yang sejati. Kecuali kalau Allah mengerjakan perubahan itu dari dalam hidup kita, maka semua perubahan dari luar tidak akan berarti apa-apa. Banyak orang bisa mengubah tingkah laku melalui sikap dan lingkungan yang lebih dewasa, banyak orang bisa mengubah cara bicara, banyak orang bisa mengubah cara mereka berelasi dengan orang lain, tetapi tidak ada yang bisa menghasilkan itu sebagai buah pertobatan tanpa karya Roh Kudus dalam hatinya.

Dengan demikian, setiap pertobatan yang benar seharusnya adalah pertobatan yang radikal. Kuasa dosa dalam hidup kita sudah dihancurkan melalui penebusan Kristus (Roma 6:1-23). Akal budi kita pun terus-menerus dibarui untuk mengetahui kehendak Allah (Roma 12:1). Kekristenan tidak hanya menawarkan perubahan moralitas, tetapi transformasi internal melalui kuasa Injil Yesus Kristus dan pekerjaan Roh Kudus dalam hati manusia.

Sebagai kesimpulan, pertobatan tidak harus spektakuler, tetapi pasti radikal. Masing-masing orang berjumpa dengan Kristus dalam situasi yang khusus dan momen yang khusus pula, sehingga proses pertobatan mereka juga berlainan. Sebagian terlihat begitu berbeda dan luar biasa, sedangkan yang lain terjadi biasa-biasa saja. Bagaimanapun, yang penting adalah perubahan di dalam diri masing-masing orang sungguh-sungguh sudah terjadi.

Di dalam Roma 10:9-10, ada dua hal berbeda yang bisa dilihat dan yang tidak bisa dilihat sebagai bukti keselamatan seseorang. Pengakuan dari mulut bisa diketahui orang, tetapi percaya dalam hati tidak bisa diketahui seseorang. Kesejatian iman seseorang sulit diukur dari hal-hal yang tidak bisa diverifikasi kebenarannya. Kita tidak bisa melihat hatinya. Kita hanya bisa mengetahui dari perkataannya, perilakunya, dan hal-hal lain yang membuktikan pertobatannya.

Alkitab berkali-kali mengingatkan kepada kita bahwa ada orang-orang tertentu yang tampaknya menjadi anggota dari gereja, ternyata mereka bukan anggota gereja sebagaimana Allah melihatnya (1 Yoh. 2:18-19). Kita juga tahu bahwa Tuhan Yesus berulang kali memperingatkan tentang nabi-nabi palsu yang menyamar sebagai domba, padahal mereka adalah serigala. Serigala di tengah domba secara sekilas akan sangat sulit untuk dibedakan karena kemiripan ukuran tubuh, warna tubuh, dan sebagainya (Mat. 7:15-16).

Kita bisa terkecoh, kita bisa salah menilai orang, tetapi Allah tidak pernah salah melihat. (2 Tim. 2:9; Ibr. 12:23). Allah tahu persis siapa yang percaya dan siapa yang tidak percaya. Kita mungkin bisa terkecoh dengan penampilan orang yang baik, kita mungkin bisa tertipu dengan rutinitas mereka di dalam ibadah dan aktivitas mereka di dalam pelayanan, bahkan jabatan gerejawi mereka yang luar biasa. Mereka terlihat sebagai orang-orang Kristen, tetapi apakah mereka sungguh-sungguh adalah orang yang sudah diselamatkan? Dengan demikian, kita bisa memikirkan mana orang yang sudah bertobat dan diselamatkan.

Pertobatan bisa terjadi kapanpun sesuai dengan kehendak Tuhan. Bahkan bisa terjadi di akhir hidup orang itu. Keselamatan kita diterima melalui iman, bukan perbuatan baik. Iman berarti penyerahan diri seseorang yang menyadari keberdosaannya dan ketidakmampuannya untuk memperoleh hidup kekal melalui perbuatan baik dan tidak ada pilihan lain selain beriman pada karya penebusan Kristus di atas kayu salib. Hal ini tidak berarti kita bisa seenaknya menunda pertobatan kita sampai menjelang kematian kita. Jika kita melakukannya, maka kita telah menghujat Roh Kudus: kita sudah tahu kebenaran, tetapi kita tidak mau memercayakan diri kita. Tidak ada pengampunan bagi orang-orang semacam ini. Dosa menghujat Roh Kudus adalah dosa yang tidak bisa diampuni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun