Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Eksposisi 1 Korintus 14:29-33

30 Juli 2018   12:26 Diperbarui: 30 Juli 2018   12:47 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap orang Kristen memiliki karunia rohani. Tetapi tidak semua orang Kristen menggunakan karunia rohaninya. Mereka yang menggunakan karunia rohaninya juga tidak selalu menggunakannya dengan tepat. Oleh sebab itu kita perlu tahu bagaimana menggunakan karunia rohani yang kita miliki. Hari ini saya akan melanjutkan artikel berseri dari Surat 1 Korintus. Perjalanan panjang kita telah sampai pada 1 Korintus 14:29-33.

Dibandingkan dengan karunia berbahasa roh, Paulus lebih condong pada karunia bernubuat. Walaupun keduanya sama-sama berasal dari Roh Kudus, tetapi yang terakhir lebih bermanfaat secara langsung bagi seluruh jemaat (14:5) atau orang luar (14:20-25) ketimbang karunia berbahasa roh yang memiliki manfaat tidak langsung. Inilah yang membedakan bahasa roh dengan nubuat. Bahasa roh hanya bermanfaat bagi mereka yang menggunakannya dengan benar, tetapi tidak bermanfaat bagi mereka yang tidak mengerti bahasa roh. Itulah sebabnya penafsiran bahasa roh sangat diperlukan jika ada yang berbahasa roh dalam ibadah (14:27) supaya bermanfaat bagi lebih banyak orang. Karena itu, Paulus beberapa kali menasihati jemaat Korintus untuk menginginkan karunia bernubuat lebih daripada karunia berbahasa roh (14:1, 5).

Walaupun karunia ini mendapat penekanan khusus dari Paulus, tetapi penggunaan karunia bernubuat tetap ada aturannya. Kesukaannya terhadap karunia bernubuat tidak lantas ia bersikap bebas atau memberi dispensasi khusus terhadap karunia yang satu ini. Sama seperti karunia berbahasa roh harus digunakan dengan aturan tertentu (14:26-28), demikian pula karunia bernubuat (14:29-33). Keduanya tetap memiliki aturan masing-masing yang perlu dicermati. Mereka yang memiliki karunia bernubuat tidak boleh menggunakan dengan seenaknya sendiri. Sesuatu yang baik harus digunakan dengan cara yang baik pula.

Pembacaan yang cermat akan menunjukkan bahwa peraturan untuk penggunaan karunia bernubuat dalam ibadah sedikit berbeda dengan karunia berbahasa roh, walaupun esensi dalam nasihat tersebut tetap sama. Dalam kaitan dengan berbahasa roh, Paulus menggunakan kalimat: “Jika ada yang berkata-kata dalam bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang...” (14:27), sedangkan tentang bernubuat ia mengatakan: “Baiklah dua atau tiga orang di antaranya berkata-kata...” (14:29). Yang pertama hanya bersifat antisipasi, sedangkan yang terakhir lebih bersifat dorongan. Paulus mendorong jemaat untuk bernubuat, namun ia tidak mendorong maupun melarang penggunaan bahasa roh. Penggunaan kata “sebanyak-banyaknya” di ayat 27 juga menunjukkan ia memberi aturan yang lebih ketat dalam berbahasa roh.

Hal ini mungkin saja disebabkan oleh jemaat Korintus yang sangat menyukai dan memamerkan kemampuan bahasa rohnya. Mereka tidak peduli apakah orang lain mengerti atau tidak. Justru mereka bangga jika bahasa yang mereka gunakan tidak bisa dimengerti orang lain. Mereka menganggap diri sebagai orang yang elit. Fenomena yang sama sedang terjadi dengan gereja-gereja modern saat ini.

Kali ini, kita berfokus pada aturan penggunaan karunia nubuat. Apa saja aturan untuk penggunaan karunia nubuat di dalam ibadah? Nasihat Paulus tentang penggunaan karunia bernubuat dalam ibadah dapat diringkas ke dalam empat poin.

Keteraturan

Sama seperti penggunaan bahasa roh, penggunaan nubuat juga dibatasi pada tiga orang (14:29). Bedanya, kali ini Paulus tidak menambahkan “sebanyak-banyaknya” (bdk. 14:27). Beberapa penafsir Alkitab berpendapat bahwa dua atau tiga orang di sini hanya merujuk pada mereka yang memiliki karunia kenabian (14:29), sedangkan jemaat lain masih boleh menyampaikan nubuat tertentu dari Roh Kudus walaupun mereka tidak termasuk golongan nabi (14:30-31).

Keteraturan tidak hanya terlihat dari jumlah, melainkan juga pemberian kesempatan kepada orang lain. Jika seseorang mendapatkan penyataan, maka orang lain yang sedang berdiri dan menyampaikan penyataan harus duduk (14:30). Roh Kudus mengontrol seseorang untuk bernubuat agar tidak dilakukan secara sembrono tanpa memedulikan waktu. Keterangan “seorang demi seorang” (14:31) juga menyiratkan keteraturan. Tidak ada seorang pun di dalam gereja yang berhak memonopoli waktu dan pelayanan atas nama pekerjaan Roh Kudus. Ini semua adalah peraturan yang sudah sangat jelas untuk menutup celah kekacauan yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan karunia bernubuat.

Pengujian

Kata “menanggapi” (LAI:TB) di ayat 29b dalam teks Yunani berasal dari kata dasar "diakrino", yang bisa berarti menghakimi, mengkritisi, menghukum, menilai, atau meragukan. Sesuai konteks di 14:29-33, kata "diakrino" sebaiknya diterjemahkan mengevaluasi dengan teliti. Istilah lain yang lebih populer adalah menguji (bdk. RSV/NRSV/NIV/ESV “weigh”; ASV “discern”; KJV “judge”; NASB “pass judgment”).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun