Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Eksposisi 1 Korintus 12:7-11 (Bagian 2)

12 April 2018   06:04 Diperbarui: 30 Juli 2018   22:04 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti yang sudah kita pelajari bersama dalam artikel sebelumya, fokus Paulus dalam bagian ini sebenarnya tidak terletak pada definisi maupun jumlah karunia roh. Paulus bahkan tidak memaparkan seluruh jenis karunia roh di ayat 7-11 (bdk. 12:28-30; Rom. 12:3-8). Sebaliknya, ia lebih mengedepankan konsep yang benar tentang karunia roh dan cara yang benar dalam menggunakannya.

Walaupun demikian, kita tetap perlu untuk mengetahui definisi dari masing-masing karunia roh. Pemahaman yang benar tentang definisi setiap karunia roh akan membantu kita mengikuti argumentasi Paulus secara lebih baik. Di samping itu, pemahaman yang benar memang sangat diperlukan di tengah beragam konsep yang keliru tentang karunia roh yang beredar di berbagai gereja.

Dalam artikel ini kita hanya akan membahas dua karunia roh, yaitu karunia untuk berkata-kata dengan hikmat dan karunia untuk berkata-kata dengan pengetahuan. Sekilas dua karunia ini sangat mirip. Bagaimana kita mendefinisikan dua karunia ini?

Logos sophias (ayat 8a)

Secara hurufiah karunia ini berarti ‘perkataan hikmat’. Beberapa versi Inggris menggunakan terjemahan ‘word of wisdom’ (KJV/ASV/NASB) atau ‘utterance of wisdom’ (RSV/ESV). Walaupun dari sisi terjemahan sudah sangat jelas, tetapi makna di baliknya tetap kabur. Apa yang dimaksud dengan perkataan hikmat?

Kesulitan ini bersumber dari dua hal. Paulus tidak menyinggung jenis karunia roh ini lagi di pasal 12-14. Kata ‘hikmat’ bahkan tidak muncul lagi di pasal 12-14. Satu-satunya cara untuk menelusuri konsep Paulus tentang ‘perkataan hikmat’ adalah mengontraskannya dengan pemahaman jemaat Korintus tentang hikmat di pasal 1-3. Hasil dari perbandingan ini akan menolong kita memahami definisi dari ‘perkataan hikmat’.

Sama seperti orang-orang Yunani pada umumnya (1:22), jemaat Korintus juga menyukai hikmat, namun bukan hikmat yang benar. Bagi mereka hikmat adalah ‘hikmat perkataan’ (1:17b; bdk. ‘perkataan hikmat’ di 12:8a), yaitu kemampuan retorika dalam meyakinkan pendengar (2:1, 4). Retorika waktu itu dicirikan oleh kata-kata yang indah dan cara-cara persuasi yang luar biasa. Hikmat semacam ini disebut Paulus sebagai hikmat dari manusia (2:5). Berdasarkan konsep hikmat ini jemaat Korintus menganggap pemberitaan Injil – terutama yang disampikan oleh Paulus – sebagai sebuah kebodohan (1:18).

Paulus pun menentang konsep yang salah di atas. Ia tidak anti hikmat. Kenyataannya Paulus bahkan secara terus-terang menyatakan bahwa ia mengajarkan tentang hikmat. Bagaimanapun, hikmat yang dibicarakan Paulus berasal dari perspektif yang berbeda. Hikmat ini bukan dari dunia, melainkan dari Allah (2:6-7). Yang dimaksud hikmat yang sesungguhnya adalah salib Kristus (2:8; 1:24). Karena hikmat ini berasal dari Allah, maka tidak ada seorang pun yang bisa memahaminya kalau ia tidak memiliki Roh Allah (2:12-13). Bagi orang-orang dunia, salib adalah kebodohan (1:18), bukan hikmat (1:24).

Jika kita memikirkan salib secara seksama, kita akan dibuat kagum dengan hikmat Allah dalam rencana keselamatan melalui salib. Pernahkah kita berpikir apa yang terjadi seandainya Kristus tidak mati di atas kayu salib sebagai seorang yang benar tetapi disalahkan? Kematian yang menyelamatkan hanya terjadi apabila mencakup penumpahan darah, salib (tanda kutukan dari Allah), dan status tidak bersalah. Jika salah satu aspek ini tidak terpenuhi, maka kematian Kristus tidak akan memiliki makna penebusan seperti sekarang.

Hanya Allah yang mampu memikirkan cara penyelamatan seperti ini. Tidak ada manusia yang pernah menginginkan atau memikirkannya. Paulus sendiri dengan jelas menyatakan bahwa hikmat salib tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah timbul dalam hati manusia, dan tidak pernah dipikirkan oleh manusia (2:9). Semua ini menunjukkan kemahabijakan Allah. Salib bukan kebodohan, tetapi hikmat sejati!

Jika kita kaitkan pembahasan tentang hikmat di pasal 1-3 dengan karunia ‘perkataan hikmat’, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Paulus sedang menegaskan ulang pemikirannya tentang hikmat. Hikmat sejati berasal dari Roh Kudus (disebut ‘karunia roh’). Hikmat ini juga berhubungan erat dengan salib Kristus. Orang yang memiliki hikmat tidak hanya mengetahui seluk-beluk tentang salib, tetapi juga menggunakan salib Kristus sebagai perspektif untuk menilai segala sesuatu. Penebusan Kristus bukan hanya sebuah objek pengetahuan, melainkan kacamata untuk memandang segala sesuatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun