Mohon tunggu...
Tomson Sabungan Silalahi
Tomson Sabungan Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pembelajar!

Penikmat film dan buku!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nasionalisme di Tengah Persoalan Global

4 Desember 2019   00:37 Diperbarui: 4 Desember 2019   17:27 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Tangkapan layar YouTube/BUILD SERIES/Antara)

Bagaimana tidak, semua negara sedang mengembangkan bom nuklir di mana-mana. Ingat drama Korea Utara dan Amerika? Moga-moga tetap menjadi drama jangan sampai nyata.

Perubahan Iklim yang ekstrem sudah kelihatan hari-hari ini. Angin topan dan banjir bandang semakin kerap terjadi.

Suhu bumi naik terus, akan banyak tempat yang kini dihuni menjadi tidak layak huni. Migrasi manusia secara besar-besaran akan terjadi. Ikan di laut bahkan sudah tidak sehat dikonsumsi karena partikel plastik yanga ada di tubuh makhluk air itu akibat sampah plastik yang semakin menakutkan. 

Semuanya butuh kerja sama secara global. Lihatlah 17 pilar SDGs yang lagi marak dibicarakan orang, betapa persoalan dunia semakin kompleks. 

Jadi, masihkah relevan menanyakan nasionalisme seseorang di tengah persoalan-persoalan global ini? Jawab di kolom komentar, hehehe!

Globalisasi sudah menggeser nasionalisme menjadi kosmopolitanisme. Orang muda (baca: milenial) di berbagai negara (link di sini) sudah menganggap nasionalisme sebagai yang usang. 

Mereka lebih percaya pada konsep warga negara dunia. Menjalin persahabatan sudah memungkinkan lewat media sosial, teknologi. Mereka juga percaya bahwa dengan memiliki satu pemerintahan tanpa sekat-sekat negara menguntungkan secara ekonomi hingga mendorong untuk memiliki satu mata uang global. 

Contoh paling nyata adalah (karena orang muda sekarang suka traveling) biaya pembuatan paspor dan visa karena batasan negara tadi sudah bisa digunakan untuk beli tiket pesawat, misalnya.

Orang muda lebih percaya pada konsep kosmopolitanisme ini. Kuncinya adalah kolaborasi, yang tentunya senada dengan langkah yang harus diambil untuk menyelesaikan berbagai persoalan global. Bukan lepas tangan dan kembali berlindung di balik tembok-tembok pembatas seolah-olah panas matahari tidak akan tembus ke negara mereka. 

Di tengah persoalan ini tidak penting kita lahir dari perut siapa, apakah aku Batak atau Jawa, tinggal di Jepang atau di Indonesia, tidak ada satu orangpun dari kita yang tahan berdiri di bawah terik matahari berlama-lama. Kalaupun ada paling mahasiswa yang sedang demo karena kebijakan yang tidak bijak dari para pemangku kepentingan.

Di atas semuanya, kebaikan hati dan budi yang luhur merupakan kunci utamanya. Tidak gampang menghakimi orang sebagai yang tidak baik dan pantas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun