Mohon tunggu...
Radar Sritrian
Radar Sritrian Mohon Tunggu... MAHASISWA -

HIDUPKAN HIDUPMU !

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Anda Menguap? Bisa Jadi Anda Orang yang Berempati Tinggi

21 Januari 2016   06:32 Diperbarui: 21 Januari 2016   07:47 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Menguap setelah melihat orang lain menguap dikaitkan dengan empati dan ikatan," jelas para peneliti, dilansir dari laman Medindia, Selasa (25/8/2015). Menguap atau ‘brainstem-mediated bodily response’ adalah tindakan refleks dari kegiatan menghirup udara dan peregangan di gendang telinga diikuti oleh kegiatan menghembuskan napas. Seringkali kita menguap disaat kita bosan terhadap suatu topik pembicaraan maupun lelah karena suatu pekerjaan bahkan bisa jadi kita menguap sebagai tanda memiliki empati yang tinggi.Studi juga menemukan bahwa menguap dapat terjadi saat kita bangun tidur dan keadaan lain dimana tingkat kewaspadaan kita berubah. Bahkan beberapa orang menguap saat berolahraga.

Menguap juga dipercaya merupakan aktivitas yang menular. Hanya dengan melihat seseorang menguap bisa membuat kita menguap. Beberapa peneliti sosial melihat menguap terkait dengan mimikri dan empati. Orang kerap tertawa saat orang lain tertawa, tersenyum saat yang lain tersenyum dan cemberut saat orang lain cemberut. Diperkirakan, 55% orang akan menguap dalam waktu lima menit setelah melihat orang lain menguap. Menguap yang menular paling mungkin terjadi di antara anggota keluarga, lalu teman-teman, kemudian kenalan. Namun, fenomena ini paling umum di antara orang asing seperti dimuat dalam jurnal PLoS ONE. Tim peneliti dari Universitas Pisa, Italia, menyimpulkan bahwa menguap yang menular didorong seberapa dekat emosi dengan seseorang. Ini memungkinkan kita berempati pada mereka. Namun, ada alasan lain mengapa seseorang menguap. Kita mulai 'tertular' menguap saat berusia empat atau lima tahun. Saat ini, anak mengembangkan kemampuan mengidentifikasi emosi orang di sekitarnya dengan benar.Studi juga menunjukkan bahwa mereka yang paling rentan tertular menguap memiliki kemampuan menyimpulkan apa yang dipikirkan orang lain dari raut wajah orang lain. Sebagian besar hewan, termasuk ular dan ikan menguap. Tetapi, menguap yang bisa menular hanya terjadi pada manusia, simpanse, dan anjing. Studi terpisah yang dilakukan peneliti University of London Birbeck College, mengungkap, keterampilan ini memungkinkan hewan peliharaan seperti anjing membangun ikatan lebih kuat dengan pemiliknya.

Menurut studi yang ada bisa jadi menguap memang merupakan tanda seseorang berempati tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa orang dengan tingkat empati tinggi cenderung untuk lebih mudah tertular saat melihat orang lain menguap. Sedangkan anak penyandang autisme tidak mengalami hal yang serupa. Penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang lebih dekat secara genetik dan emosional cenderung lebih mudah menguap saat saudara atau teman dekatnya menguap. Hal ini diduga karena adanya ikatan empati yang kuat di antara mereka.

Tim peneliti dari Baylor University, Texas mengungkap bahwa individu yang egois dan manipulatif tak akan merespon gerakan menguap orang lain. Selama penelitian, mereka meneliti individu yang memiliki karakteristik psikopat, bergaya hidup antisosial, dan kurang berempati cenderung tak terpengaruh oleh menguap yang menular` dibandingkan mereka yang berempati.Pemimpin penelitian, Brian Rundle, mahasiswa doktoral dalam bidang psikologi dan neurosains mengatakan, "Anda kemungkinan akan menguap meskipun Anda tak merasa perlu. Kita semua tahu tentang hal ini dan selalu penasaran akan hal itu. Aku lantas berpikir, 'Jika benar menguap berhubungan dengan empati, aku yakin psikopat pasti sedikit sekali menguap.' Jadi aku melakukan tes (terhadap hal itu). Lalu sejumlah 135 mahasiswa diperlihatkan tayangan video 10 detik berisi gerakan wajah yang berbeda-beda, menguap, tertawa, atau ekspresi wajah netral. Berdasarkan hasil tes psikologi dan frekuensi menguap, studi menemukan bahwa orang yang kurang memiliki empati juga lebih sedikit ikut menguap

 

Tim peneliti dari Baylor University, Texas mengungkap bahwa individu yang egois dan manipulatif tak akan merespon gerakan menguap orang lain. Selama penelitian, mereka meneliti individu yang memiliki karakteristik psikopat, bergaya hidup antisosial, dan kurang berempati cenderung tak terpengaruh oleh menguap yang menular` dibandingkan mereka yang berempati.

Pemimpin penelitian, Brian Rundle, mahasiswa doktoral dalam bidang psikologi dan neurosains mengatakan, "Anda kemungkinan akan menguap meskipun Anda tak merasa perlu. Kita semua tahu tentang hal ini dan selalu penasaran akan hal itu. Aku lantas berpikir, 'Jika benar menguap berhubungan dengan empati, aku yakin psikopat pasti sedikit sekali menguap.' Jadi aku melakukan tes (terhadap hal itu). Lalu sejumlah 135 mahasiswa diperlihatkan tayangan video 10 detik berisi gerakan wajah yang berbeda-beda, menguap, tertawa, atau ekspresi wajah netral. Berdasarkan hasil tes psikologi dan frekuensi menguap, studi menemukan bahwa orang yang kurang memiliki empati juga lebih sedikit ikut menguap.

 

Referensi:

http://langitfatma.tumblr.com/post/67052436621/mengenal-menguap-dan-bahaya-terlalu-sering-menguap

http://asal-unik332.blogspot.co.id/2011/12/menguap-tanda-empati.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun