Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak akhir tahun 2019 dan merembet ke Indonesia mulai tanggal 2 Maret 2020, telah merubah tatanan kehidupan manusia.Â
Bukan hanya kesehatan tetapi juga politik, sosial budaya, ekonomi, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat Indonesia.Â
Covid-19 yang dapat mematikan ini belum ada vaksin dan obatnya, sehingga para ilmuwan terus berjuang tanpa lelah melakukan penelitian untuk menemukan dan uji klinis demi kemanusiaa.
Penyebaran dan penularan Covid-19 yang masif lintas batas wilayah, negara memicu di beberapa negara memberlakukan "lockdown". Di Indonesia diterbitkan PP No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Bersklala Besar dalam Rangka Percepatan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), sebagai payung hukumnya. Intinya semua kegiatan dibatasi, hanya 11 kegiatan yang diperbolehkan dengan standar protokol kesehatan secara ketat.
Ke-11 kegiatan itu meliputi 1. Kesehatan, 2. Bahan pangan/makanan/minuman, 3. Energi, 4. Komunikasi dan teknologi, 5. Keuangan, 6. Logistik, 7. Perhotelan, 8. Kontruksi, 9. Industri Strategis, 10 Pelayanan dasar/utilitas publik/dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasionla dan objek tertentu, 11. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Artinya semua kegiatan yang tidak termasuk ke-11 macam ini di tunda, diberhentikan, diganti dilakukan dari rumah. Â
PSBB ini untuk menekan penyebaran Covid-19 agar tidak semakin meluas. PSBB meliputi pembatasan kegiatan orang dalam suatu wilayah terinveksi. Disini termasuk pembatasan pergerakan orang dan/atau barang, yang meliputi peliburan sekolah, tempat kerja, dan kegiatan keagamaan, serta kegiatan di tempat umum.Â
Dampak PSBB ternyata bidang ekonomi nyaris lumpuh, terutama sektor informal. Pengangguran bertambah karena PHK, dagangan sepi akibat daya beli merosot drastis. Bahkan acara pesta demokrasi Pilkada serentak yang biasanya masa panen raya bagi musisi/seniman, ternyata menjadi masa paceklik yang semakin berat karena kebutuhan terus berjalan. Â
Pemerintahan Jokowi -- Ma'ruf di tahun pertama menghadapi pandemi Covid-19 sangat menguras energi, dana, pikiran, emosi, dan tidak tahu kapan berakhir.Â
Anggaran pemerintah telah digelontorkan untuk menganggulangi pandemi Covid-19, bukan hanya bidang kesehatan yang merasakan, tetapi bidang ekonomi, pendidikan, agama, sosial budaya.Â
Semua masyarakat kena imbas dari Covid-19. Bedanya, masyarakat kelas menengah, atas masih bisa bernafas sedikit lega karena ada tabungan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Namun masyarakat kelas bawah sangat ngos-ngosan untuk sekedar memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
Oleh karena itu untuk menanggulangi Covid-19 dan dampaknya, pemerintah telah mengeluarkan dana total sebesar Rp 677,2 triliun. Dana ini untuk bidang kesehatan (tenaga medis, santunan kematian, bantuan iuran BPJS, gugus tugas, insentif pajak).Â
Perlindungan sosial masyarakat tedampak Covid-19 (PKH), bantuan sembako, bansos masyarakat Jabodetabek dan di luar Jaodetabek, Kartu Pekerja, diskon tarif listrik, BLT dan dana desa.
Selain itu para pelaku UMKM mendapat subsidi bunga, penempatan dana restrukturisasi dan mendukung modal kerja bagi UMKM yang pinjamannya sampai Rp 10 miliar. Juga belanja penjaminan terhadap kredit modal kerja darurat. Insentif dunia usaha melakukan relaksasi bidang perpajakan, dan pendanaan korporasi dari BUMN, lembaga dan Pemda. (https://nasional.kompas.com). Berbagai dana diatas digelontorkan untuk memberi bantuan agar orang yang terdampak Covid-19 tetap bertahan untuk mencukupi kebutuhan pokok.
Pemberlakuan PSBB di masa pandemi Covid-19 untuk memutus mata rantai penyebaran dan penularan. Diakui PSBB dari segi kesehatan dapat meminimalisir penyebaran dan penularan Covid-19.Â
Kenapa? Dalam PSBB membatasi kerumunan orang, menjaga jarak aman, menjaga kebersihan, sering cuci tangan dengan sabun, memakai masker bila keluar rumah. "Stay at home", menjadi pilihan untuk melakukan kegiatan bekerja, sekolah/kuliah, dan beribadah.
Namun saat PSBB diperlonggar, pada masa transisi atau "New Normal", atau Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), terjadi euforia orang-orang melakukan aktivitas di luar rumah.Â
Masyakarat mengabaikan  protokol kesehatan di masa pandemi ini. bahkan di suatu daerah jauh dari ibukota membuat acara deklarasi New Normal, tapi menggelar konser dangdut di lapangan terbuka yang mendatangkan artis "Duta Propinsi".Â
Sangat disayangkan ada salah tafsir memaknai istilah AKB dan "New Normal" bagi orang daerah. Ironis, miris, saat deklarasi AKB justru abai dengan protokol kesehatan. Tidak pernah terbesit bagaimana kalau deklarasi AKB justru menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.Â
Harapan untuk pemerintahan Jokowi -- Ma'ruf pada tahun pertama ini agar kebijakan yang dikeluarkan tidak "multi tafsir". Selain itu untuk para pejabat tingkat pusat sampai daerah kalau membuat penyataan sebaiknya dipikirkan agar rakyat biasa tidak semakin bingung.Â
Pandemi Covid-19 menjadi ujian terberat dan tantangan bagi pemerintahan Jokowi -- Ma'ruf. Semoga pandemi ini segera berakhir, vaksin dan obat Covid-19 segera terealisir, walau yang berusia 59 tahun keatas belum menjadi prioritas mendapatkan vaksin. Â Â
Yogyakarta, 25 Oktober 2020 Pukul 22.30
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI