Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Protokol "New Normal" Sudah Dilaksanakan dengan Normal

2 Juni 2020   12:14 Diperbarui: 2 Juni 2020   12:18 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi Covid-16 ini membuat masyarakat terus belajar, belajar dan belajar, harus beradaptasi dengan perubahan sesuai protokol kesehatan. Covid-16 penyakit baru, belum ada obat dan vaksin,  dapat menular melalui droplet saat orang bersin, batuk dan berbicara. 

Oleh karena itu sejak pertama muncul di Wuhan China bulan Desember 2019, Covid-19 menjadi topik dan pembicaraan di 185 negara di dunia. 

Penyebaran Covid-19 ini sangat masif karena mobilitas orang lintas daerah, wilayah, dan negara masih terus berlangsung. Akibatnya kesehatan perorangan dan masyarakat menjadi kebutuhan pokok yang perlu mendapat perhatian ekstra. Upaya preventif  lebih penting daripada mengobati, dengan menjaga daya tahan tubuh melalui pola hidup sehat dan bersih.  

Sebenarnya pola hidup sehat dan bersih sudah diajarkan sejak dini, ketika anak masih duduk di PAUD dan TK. Khususnya gerakan cuci tangan yang sering dilakukan di sekolah. Biasanya ada sponsor dari perusahaan sabun, kerja sama dengan puskesmas dan sekolah. 

Sayangnya gerakan mencuci tangan tersebut berhenti di sekolah, karena ketika di rumah dan di lingkungan sosialnya hal tersebut kurang mendapat perhatian dan pendampingan dari orang dewasa disekitarnya. 

Sebenarnya ibu menjadi orang pertama dan utama yang mengajarkan anak tentang apapun, sebelum maupun sesudah anak bersekolah. Namun peran tersebut masih kurang disadari oleh para ibu, akibat kurangnya ilmu menjadi ibu atau "terlalu sibuk" menjadi ibu, sehingga kurang perhatian.

Masa pandemi Covid-19, yang awalnya bersemboyan "kita bisa lawan bersama Covid-19" berganti menjadi "hidup berdamai bersama Covid-19". Artinya kita harus tetap menyadari, waspada dan tidak menyepelekan dengan Covid-19 yang masih ada, dan menjalani kehidupan normal tetap berjalan. Inilah pemikiran orang awam yang menafsirkan istilah baru bernama "New Normal". 

Diakui selama muncul Covid-19 banyak istilah baru dan asing yang bagi awam selain membingungkan juga bisa multi tafsir. Istilah stay at home, work from home, lockdown, personal distancing, social distancing, droplet, karantina, isolasi madiri, APD, ODP, PDP, OTG, PSBB, new normal.  

Menurut Irwan Abdullah (Guru besar Antropologi FIB, UGM) mengatakan:"New Normal menyangkut dua hal yaitu pernyataan kebudayaan dan preseden kebudayaan. Artinya Covid-19, menguji apakah kebudayaan kita cukup realistis, punya resilience cukup kuat sehingga dapat mendampingi masyarakat masuk era New Normal. 

Selain itu Covid-19 menjadi momentum historis karena banyak pihak diajarkan pada sesuatu yang baru". Selanjutnya dikatakan bahwa:"Dari segi kesehatan Covid-19 tidak bisa dilawan karena hingga saat ini vaksin belum ditemukan dan tingkat kematian jelas. Oleh karena itu jika mau meningkatkan imunitas tubuh jalannya adalah sosial budaya". (UGM).

Terlepas dari semua itu kondisi New Normal diakui menuntut kedisiplinan diri untuk menerapkan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Artinya supaya terhindar dari Covid-19 harus menerapkan protokol kesehatan secara disiplin, tidak dapat ditawar apalagi diabaikan dan disepelekan. 

Diakui mengikuti protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari bagi yang belum terbiasa pasti repot dan kurang nyaman, namun itulah satu-satunya pilihan yang harus diikuti, tidak perlu diperdebatkan lagi.

New Normal akan berdampak di semua kegiatan dan aktivitas kehidupan baik di kantor, sekolah, masyarakat, tempat umum, mall, gedung bioskop, tempat ibadah, daerah tujuan wisata, pasar, rumah sakit. 

Demikian juga dalam interaksi antar pribadi, sedekat, se akrab apapun tetap harus menahan ini untuk tidak cipika cipiki, bersalaman, duduk berdekatan. Mengadakan hajadan, resepsi pernikahan pun tidak boleh menimbulkan kerumunan massa dengan mengundang banyak tamu di gedung pertemuan, cukup di KUA yang dihadiri maksimum 20 orang. 

Kondisi ini pasti masih sulit diterima oleh para orangtua yang mempunyai komunitas, relasi dan jejaring sosial banyak. Saat pesta pernikahan biasanya menjadi representasi status sosial bagi orang tua pasangan pengantin.

Demikian juga cafe yang biasanya menjadi tempat untuk mengerjakan tugas, diskusi, reuni, belum bisa dikunjungi banyak orang. Para musisi, seniman tetap harus bersabar dan ikhlas menerima kondisi New Normal dengan masih sepi job, padahal kebutuhan hidup tidak bisa ditunda. 

Artinya new normal berarti kondisi normal dengan suasana baru, dimana kondisi normal itu tidak seperti sebelum ada pandemi Covid-19. Konser-konser musik pasti masih menjadi larangan untuk diadakan karena berpotensi mengundang kerumunan orang. 

Hal ini penonton mempunyai resiko terpapar Covid-19 karena diyakini masih ada disekitar kita, walau tidak bisa dideteksi dengan kasat mata. Mengadakan konser online lebih bisa diterima akal sehat daripada "live" langsung di gedung atau lapangan terbuka.

Akhirnya New Normal memang harus disikapi dengan menyesuaikan diri untuk terus belajar, belajar dan belajar memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Bukankah kita telah merasakan New Normal ketika silaturahmi keluarga saat lebaran tahun 2020 dengan silaturahmi online. 

Kuliah, rapat, seminar, konferensi, arisan, sidang skripsi, tesis, disertasi, sidang di pengadilan dengan aplikasi Zoom, Google Meet, Google Hangaut. Semua itu sudah kita laksanakan, mulai normal, itulah yang dimaksud dengan New Normal.   

Yogyakarta, 2 Juni Pukul 11.24

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun