Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jajanan Pinggir Jalan, antara Kebutuhan Makan dan Hak Orang Lain

25 Februari 2019   23:15 Diperbarui: 2 Juli 2021   14:45 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yogyakarta sebagai kota wisata tidak dapat dilepaskan dari aneka kuliner untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum bagi para wisatawan. Walaupun di hotel maupun penginapan sudah tersedia menu makan pagi, seperti nasi goreng, roti bakar, aneka jenang, bubur ayam, salad, buah-buahan iris, jus jeruk, air infus, teh, kopi, susu. Untuk makan siang dan malam tidak ada salahnya merasakan kuliner makanan yang dijajakan di luar hotel. 

Baca juga: Pedagang Kaki Lima Korea, Swedia, dan Indonesia

Selain aneka kuliner yang dijajakan di cafe, resto, dan warung makan, ada pula makanan yang dijajakan di pinggir jalan dengan duduk di kursi atau lesehan di atas trotoar. Warung makan pinggir jalan diakui di satu sisi membawa berkah, dan memudahkan orang mencari kuliner, namun di sisi lain menimbulkan masalah.   

Secara legal formal memang berjualan di pinggir (baca trotoar) jalan dilarang karena trotoar merupakan fasilitas untuk pejalan kaki. Apalagi berjualan makanan yang memasak di tempat dapat berpotensi menimbulkan kotoran, jelaga di pagar/tembok, tumpahan minyak goreng hingga banyaknya limbah sisa-sisa makanan (kecuali sudah ditempatkan dalam plastik khusus). 

Dari segi kesehatan, makanan yang dijajakan di pinggir jalan sudah terpolusi udah kotor, apalagi air yang digunakan untuk mencuci piring tidak mengalir sehingga kotoran dapat kembali menempel, dan serbet untuk mengeringkan peralatan makan pun belum tentu bersih. Belum lagi kalau dikaitkan dengan lingkungan, tenda-tenda yang ditutup dengan kain itu dapat mengganggu pemandangan dan kendaraan yang parkir di tepi jalan pun dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas.

Padahal pemerintah telah berusaha untuk merelokasi para pedagang di pinggir jalan untuk dipindah di satu tempat. Namun sayangnya, banyak pedagang yang mengeluh, karena mereka berpikir tempatnya yang tidak strategis dan sepi pengunjung. 

Tempat yang sudah disterilkan pun sudah dipasang tulisan "Dilarang berjualan di sepanjang trotoar", namun tidak dihiraukan oleh mereka dan mereka tetap berjualan. Mereka berdalih sudah dipungut retribusi, "membeli" lahan untuk berjualan serta membayar "keamanan" untuk yang membawahi wilayah tersebut. 

Bak simalakama, memilih dua hal yang berat antara "rasa kemanusiaan dan kebersihan lingkungan". Kalaupun sudah berhasil direlokasi ternyata muncul penjual baru. Tentu, Di situlah peran pemerintah untuk mensosialisasikan, mengawal dan menegakkan peraturan daerah tentang larangan berjualan di pinggir jalan, memberi solusi secara adil dan bijaksana.

Baca juga: Pedagang Kaki Lima dari Singapura Menjadi Warisan Budaya UNESCO, Apa yang Spesial?

Berjualan di pinggir jalan dalam jangaka waktu yang lama tentunya sudah dilarang. Hal itu berdasarkan Peraturan Daerah (Perda). Namun nyatanya masih banyak pedagang yang tidak kehilangan akal, dipakailah kendaraan roda dua atau empat untuk menempatkan dagangannya agar mudah dipindah petugas penertiban. 

Semua persoalan tersebut tidak pernah terpikirkan oleh para penikmat kuliner dipinggir jalan. Apalagi mereka yang terbiasa dengan kehidupan monoton, menjalani pekerjaan rutinitas, mempunyai mobilitas tinggi dan mengalami kemacetan di jalan raya setiap hari. Pastinya perlu refreshing, menikmati suasana berbeda kuliner di pinggir jalan duduk lesehan di atas trotoar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun