Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani, Penulis

People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

4 Tips Terhindar dari Toxic Positivity

2 Agustus 2021   12:58 Diperbarui: 3 Agustus 2021   13:15 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sedih | Foto shutterstock via kompas.com

Itu artinya teman kita menunjukkan bahwa jika kita merasakan kesedihan, maka itu kesalahan kita sendiri karena tidak memilih untuk bahagia.

Ilustrasi sedih | Foto Thinstock via health.com
Ilustrasi sedih | Foto Thinstock via health.com
Apa Itu Toxic Positivity?

Toxic positivity adalah kondisi ketika seseorang menuntut dirinya sendiri atau orang lain untuk selalu berpikir dan bersikap positif serta menolak emosi negatif.

Emosi negatif, seperti perasaan sedih, kecewa, takut, khawatir ada pada manusia secara natural. Namun, bagi orang yang terjebak toxic positivity emosi negatif tidak boleh terjadi. 

Mereka tidak bisa mendengarkan cerita kita tentang perjuangan, kesedihan, kekecewaan. Dia akan menganggap itu biasa saja, tidak ada pengaruhnya, yang penting hidup lempeung saja.

Kita juga berharap hidup baik-baik saja. Masalahnya, hidup tidak selamanya bahagia, kadang ada hal-hal yang menyakitkan. Jika emosi negatif ditahan, justru akan berbahaya bagi kesehatan.

Toxic Positivity Berbahaya

Toxic positivity dapat membahayakan orang-orang yang sedang melalui masa-masa sulitnya. Apalagi jika teman bicara sering memojokkan. Alih-alih kita semangat, malah semakin depresi.

Seperti Ratih, berbicara kepada bapaknya, bukannya dapat dukungan, dia malah merasa diabaikan. 

Ratih tidak membutuhkan simpati tetapi empati. Hanya bapaknya tidak tahu bagaimana cara berempati yang tepat.

Orang yang mendapat perlakuan toxic positivity seperti Ratih, dia akan tertutup, tidak mau bercerita hal buruk kepada orang lain bahkan keluarganya. Dia pura-pura kuat padahal rapuh, ada trauma pada dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun