Ada kalanya kita menjadi badut atau bunglon menunjukkan konsep diri yang palsu dan tidak sepenuhnya kita inginkan. Sehingga karena konformiyas itu, kita menjadi tertekan. Kesan orang lain terhadap kita berpengaruh kuat pada diri. Bila kawan-kawan menganggap kita cerdas, kita menerima anggapan tersebut, kita berusaha keras untuk memenuhi anggapan tersebut untuk menjadi cerdas.Â
Kesan orang lain tentang diri kita dan cara mereka bereaksi terhadap kita sangat bergantung pada cara kita berkomunikasi dengan mereka, cara bersosialisasi, cara berbicara, cara berpakaian dan cara bersosial media.Â
Sebagai makhluk sosial dan juga makhluk sosial media. Segala bentuk konsep ditunjukkan dengan bersosial media yang baik. Perspektif teori kaca/the looking Glass self Theory. Dari postingan menunjukkan isi kepala dan representasi diri.Â
Meski realitas yang ditunjukkan dalam kegiatan bersosial media tidak ditunjukkan seutuhnya. Demi kepentingan dan suatu tujuan, manusia mengembangkan konsep diri topeng/bunglon/badut. Membranding diri sebaik mungkin di dunia Maya. Tak ayal, dunia Maya diyakini sebagai realitas yang sesungguhnya oleh sebagian besar orang.Â
Bagaimana tidak? Curhat di medsos, berdoa bukan lagi didalam cara bertuhan yang baik melainkan di medsos. Tidak ada yang salah, hanya saja kurang tepat menempatkan diri.Â
Nah.. itulah pengaruh konsep diri untuk memenuhi 5 kebutuhan dasar manusia dalam Piramida Maslow yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri, Â kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan fisiologis. Itulah harfiahnya manusia yang dibekali dengan sikap manusiawi. Lalu bagaimana kita harus memperlakukan diri sebagai manusia?Â
Dalam THE LOOKING GLASS SELF ada beberapa bagian tentang konsep diri.Â
1. Diri memandang diriÂ
2. Diri memandang orang lainÂ
3. Orang lain memandang diriÂ
4. Orang lain memandang orang lain