Lamellong : "Begini tuanku...jelas-jelas saya mengarak sebatang bambu di siang bolong mereka masih bertanya "apakah gerangan yang kau arak itu Lamellong?" jadi saya menganggap mereka  buta, Yang Mulia".  (pakkoe puang...manessa awo u renreng ri tangassoe na pada makkutana maneng'i agatu murenreng lamellong? jadi waseng'i tau uta na manessa urenreng'e awo ).Â
Raja Bone : "Sungguh pintar dan cerdik dirimu lamellong"Â (macca memekko iko lamellong)
Atas segala kecerdikan dan kecerdasannya, Lamellong juga disebut sebagai Abu Nawasnya Orang Bugis.Â
Dari dialog dan sepenggal cerita rakyat Bugis ini, kita dapat mengambil benang merah yang tersembunyi dan lebih mengenal jauh tentang karakteristik serta perilaku sosial masyarakat.Â
Cerita ringan sarat makna ini justru menunjukkan sisi lain kehidupan manusia yang selama ini tidak pernah disadari. Bahkan telah beranak pinak hingga sekarang, diitambah lagi dengan pesatnya perkembangan teknologi. Sisi lain ini dimaknai dengan berbagai aspek teori.Â
Tinjauan Nilai Keluhuran Moral dalam kisah Lamellong dan 100 orang buta
1. Perspektif Komunikasi (Aristotelian)Â
Dari kisah tersebut diatas, sudut pandang pertama yang dilihat adalah teori retorika Aristoteles. Tiga konsep ethos, logos dan pathos. Ethos berarti kredibilitas oleh si pembicara atau pemimpin.Â
Dalam hal ini, seberapa besar pengaruh Lamellong untuk mengajak orang lain mengikutinya. Dalam sebuah sejarah yang sudah diketahui, Lamellong adalah seorang diplomat, penasehat raja, ahli tata negara dengan hasil produk Pangngadereng, Â yang memiliki intisari norma Ade (pranata sosial yang memuat aturan kehidupan masyarakat), Bicara (aturan peradilan dalam arti luas), Rapang (aturan dengan menerapkan keputusan terdahulu adat dari negeri tetangga), Wari (sistem yang mengatur batas kewenangan dalam masyarakat).Â
Jadi, ketika ia berbuat, berbicara dan bertindak, ia akan memberi pengaruh besar terhadap publik. Logos yang berarti logika, argumentasi dan alasan yang berbobot yang dapat diterima oleh banyak pihak.Â
Dalam kisah ini, warga yang terpengaruh mendapatkan alasan berupa rasa penasaran dan tanya atas suatu objek benda berupa bambu. Pathos yaitu ekspoitasi dari emosi/perasaan pihak lain dengan memanfaatkan berbagai "modal" misalnya  "personal branding" dan penampilan yang tepat dan menarik (seperti para selebriti dunia hiburan), kepiawaian berbicara dimuka publik, gerakan tubuh dan mimik muja, dan cara lain yang positif.Â