Setelah perginya yang tak beraturan. Aku tahu ternyata perempuan itu merasakan kecemburuan yang meledak hebat dibalik itu semua. Ia seperti kehilangan arah. Masih membutuhkan prianya selalu disisinya.Â
Baru kali ini, aku melihat kepalanya ditumbuhi bunga-bunga seperti mahkota. Bukan sebuah rayuan semata ketika seseorang melihat perempuan ini cemburu makin menggoda. Letupannya begitu hebat ketika dihadapkan pada prianya saat ini. Semuanya menjadi satu. Ia tak kuasa menyampaikan bait demi bait kerinduan dan kecemburuannya yang menjerembab menjadi satu.Â
Bibirnya hanya diam, tatap matanya kosong berisi cermin tanpa bayangan. Ya jelas, takkan pernah ada bayangan, yang dibayangkan saja ada dihadapan mata. Jeritan tangis bahagianya sudah lepas. Mereda antara belaian tangan sang angin yang menerbangkan helaian rambutnya jatuh di pelupuk mata prianya. Menyadarkan esok akan ada pertemuan untuk mengobati urat syarafnya yang sudah menegang dan otot matanya yang makin merenggang.Â
Pria dan perempuan ini bisa memilih sesuka hati apapun yang diinginkan diharapkan. Sudah diikatkan kedua lembayung merah dihadapan mereka. Dibuatkan cincin rumput oleh padi yang merekah. Mengantar mereka ke Gubug di tengah sawah, lalu kedua wajah mereka memerah.Â