Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Narasi Sri Patmi: Api Berdarah Dingin

23 Desember 2020   20:29 Diperbarui: 23 Desember 2020   20:50 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diburu angin malam akan menyebabkan paru ini cepat patah. Angin yang berhembus akan mampir ke setiap rumah. Menyampaikan sebuah berita tentang datangnya sebuah bencana. 

Ada seorang yang membawakan sebilah tongkat emas yang terus menancap pada satu tempat. Jika dinginnya malam sudah keluar dari persembunyiannya, dia akan menjelma menjadi badai yang kuat. Pusaran angin tornado begitu besar. Dingin panasnya akan abadi untuk menyalakan api yang masih redup. Padahal dingin, tapi api masih menyala. 

Sukar dipelajari dengan sebuah logika. Padahal merasa panas, tapi badan dingin. Semua sulit dimengerti. Aku sendiri saja masish bingung mengapa masih ada api sementara api dan dingin berhembus kencang ke arahnya. 

Api yang tenang menyala, menggelorakan semangat hidup membara. Justru api ini tidak mengikuti pergerakan angin tornado yang ada. Ia hanya duduk terdiam ditempatnya. Tidak pergi, tidak bergoyang, tidak melayang apalagi hilang. 

Selang beberapa lama api dibelah dua dengan tongkat yang ada. Sudah matang hangatnya. Tak terasa ranumnya siap dipetik oleh si tua keladi yang siap berkelahi. Menjatuhkan diri agar dibilang sakti. Justru, aku makin bingung ketika banyak yang meminta minum dari buah api yang hangat. Katanya filosofis sudah dibentuk dari sederhananya api. 

Aneh saja jika tidak ada yang tahu jika mereka merasakan kerusuhan yang terjadi. Satu per satu berebut mendapatkan setitik api untuk diminum. Memperbanyak biang dan inangnya agar mudah ditanam di rumah masing-masing. 

Takkan kesulitan mendapat meski badai siap melalap kapanpun mereka menginginkannya. Mustahil jika ada api yang bisa tumbuh ditengah pekarangan tatkala semua memperebutkannya. 

Duel terhebat yang terjadi adalah mereka akan meneriaki api dengan kebakaran. Padahal mereka sendiri yang terbakar. Nihil jika mereka bisa melihat seekor kuda kencana lagi. Sudah sampai disini, mereka akan mati dihempas oleh ketenangan api yang diperebutkan selama ini. Dari situ manusia akan berpikir, api itu sebagai pembunuh berdarah dingin. 

Salam,

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun