Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Narasi Sri Patmi: Pertemuan Tali Dagu dan Lutut

23 Desember 2020   16:57 Diperbarui: 23 Desember 2020   17:00 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah sekian waktu aku menanti dibatas senja, tempat dirimu memberi tanda. Seikat tali merah yang akan kita kenakan di tempat yang sama. Sejajar dengan bahu dan lutut kita selama ini. Daguku sudah bertemu dengan lutut. Artinya kita sudah harus saling berpegang erat dan mengikatkan tali disana sini. Takut jatuh. Kalo jatuh akan bertemu dengan darah yang sesungguhnya mengalir. Bukan warna merah tetapi sudah berwarna jingga. Sudah tercampur dengan ribuan kubik air berwarna warni. Sekarang sudah menghitam legam. Daguku sudah lecet, berapa tanjakan curam lagi harus meniadakan tulang lututku. Aku mau turun saja. Sudah tidak kuat. Padahal aku sudah biasa menanjak dengan kaki sendiri. Kau saja sendiri, aku takut jika perseteruan kita diketahui banyak orang. 

Sssssstttt.... jangan berisik! Berbisik saja... 

Seutas talinya sudah putus. Kakiku menggantung tersangkut disini. Dekat dengan jantung. Tempat selama ini kita bertemu. Jauhkan sedikit dari pandanganku biar aku melihat rambut panjangmu membentuk gimbal. Sudah sejak lama kau menanti itu. Kepala kita sama-sama menggantung kebawah. Kaki diatas, kepala dibawah. Kanan dan kiri kaki kita, masih bisa menikmati tanah meski nyawa sudah diujung tanduk. Angin ini sudah menerbangkan rambut panjangmu. Dibelakang bagian kepala dekat dengan tengkuk, sudah membentuk kepangan kecil seperti berantakan. Sudah kuasingkan diri dengan takutnya ketinggian. Kita ini seperti sudah gila ya? Disaat nyawa sudah hampir dekat dengan tenggorokan masih bisa tertawa-tawa. Kau manusia yang tak takut mati memangnya? 

Salam, 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun