Mohon tunggu...
Sri Mulyani
Sri Mulyani Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Ibu rumah tangga yang mengikuti berita terpopuler

ibu rumah tangga yang hobby menulis...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu Guru Olahraga

27 November 2019   00:04 Diperbarui: 27 November 2019   00:12 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Salah seorang murid tiba-tiba menangis kencang, bukan karena merasa kesakitan, melainkan panik dan malu. Kaus kaki dan sepatunya basah, tidak sempat meminta izin pada bu guru. Teman-teman yang lain berhenti senam, membisu memandang bertukar-tukar pada bu guru dan teman yang menangis tadi.

Anak-anak memang tidak boleh ada yang mengejek kalau ada kejadian seperti ini. Itu anjuran keras dari bu guru. Siapa yang berani mengejek teman yang sedang kesusahan,  dihukum tidak boleh main kasti selama dua minggu. Hukuman maha menakutkan berlaku untuk semua kesalahan.

Bu guru mendadak lemas, pekerjaan berat sudah menanti, padahal baru saja membereskan seluruh ruangan. Peluh di tubuhnya juga belum sempat diseka.

Dengan wajah merah menahan jengkel, ia menuju kamar mandi sekolah, lupa meminta murid yang pipis di celana tadi untuk mengikutinya. Bu guru kembali ke kelas dengan menenteng peralatan pel.

"Loh,  kok masih berdiri di situ?" Wajah mungil  memelas itu menatap bersalah padanya. Seketika rasa jengkel menguap begitu saja,  ia teringat wajah anaknya di rumah. Wajah yang menyuguhkan tanda penyesalan.

Bu guru mengambil persediaan seragam di lemari. Seragam cadangan memang sudah disediakan di kelas, khusus untuk anak kelas 1 dan 2 saja. Tujuannya memang untuk kondisi darurat seperti ini.


Digamitnya murid tadi menuju kamar mandi, rasa jengkelnya berganti iba.

"Bisa ganti baju sendiri, kan?" Tanya bu guruenunggu di depan pintu kamar mandi.

Murid tadi mengangguk risau, tangan kecilnya berusaha membuka rok dan celana pendek selutut. Terlihat bagian pahanya penuh memar biru. Bu guru terkesiap.

"Dicubit siapa?" Bu guru sudah paham, biru lebam itu bekas cubitan jari. Tidak perlu menduga yang lain, hal semacam itu dulu sering ia terima kalau telat pulang. Tetapi jumlahnya tidak sebanyak milik muridnya tersebut.

"Bapak dan mamak!" Jawab si murid tenang. Tangan mungilnya memakai rok yang diberikan oleh bu guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun