Kesibukan dunia adalah kenyataan yang tak terelakkan dalam kehidupan manusia. Sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari, manusia disibukkan oleh berbagai urusan, mulai dari bekerja, menuntut ilmu, mengurus keluarga, hingga memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak jarang kesibukan tersebut menimbulkan rasa lelah, jenuh, bahkan kehampaan batin. Namun dalam perspektif Islam, kesibukan dunia bukanlah sesuatu yang sia-sia apabila dijalani dengan niat yang benar. Justru kesibukan itu dapat bernilai ibadah kepada Allah ketika dilakukan dengan tujuan untuk menggapai ridha-Nya. Prinsip dasar dalam Islam adalah bahwa amal perbuatan sangat ditentukan oleh niat, sebagaimana sabda Rasulullah : "Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya" (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan demikian, segala aktivitas duniawi, betapapun tampak sederhana, bisa berubah menjadi amal ibadah yang bernilai pahala apabila diniatkan karena Allah.
Bekerja misalnya, dalam pandangan Islam bukan hanya upaya mencari nafkah atau memenuhi tuntutan ekonomi, melainkan bagian dari ibadah. Al-Qur'an mendorong manusia untuk bertebaran di muka bumi setelah menunaikan shalat guna mencari karunia Allah, sebagaimana tercantum dalam firman-Nya: "Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung" (QS. Al-Jumu'ah: 10). Ayat ini menegaskan bahwa aktivitas duniawi seperti bekerja adalah bagian dari pengabdian kepada Allah, selama tetap diiringi dengan ingat kepada-Nya. Seorang pedagang yang jujur, seorang guru yang tulus mendidik murid, seorang pegawai yang bekerja dengan penuh tanggung jawab, semuanya sedang beribadah jika dilakukan dengan niat mencari rezeki halal dan menghindari jalan yang batil. Bahkan aktivitas rumah tangga seperti menafkahi keluarga, mendidik anak, atau melayani pasangan juga bernilai ibadah. Rasulullah menegaskan bahwa memberikan nafkah kepada keluarga termasuk sedekah, bahkan sesuap makanan yang disuapkan ke mulut istri tidak luput dari pahala. Hal ini menunjukkan bahwa kesibukan sehari-hari yang tampak biasa justru memiliki nilai spiritual yang tinggi.
Namun demikian, Islam juga menekankan pentingnya keseimbangan antara dunia dan akhirat. Allah berfirman: "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari duniawi" (QS. Al-Qashash: 77). Ayat ini mengajarkan bahwa dunia bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai kebahagiaan abadi di akhirat. Karena itu, kesibukan dunia tidak boleh membuat manusia lalai dari ibadah-ibadah pokok seperti shalat, zikir, dan amal kebajikan lainnya. Kesibukan dunia yang hanya berorientasi pada harta, jabatan, dan kemewahan justru dapat menjerumuskan manusia pada kerugian. Allah mengingatkan: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi" (QS. Al-Munafiqun: 9). Dengan demikian, orientasi kesibukan harus jelas: untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan sekadar memenuhi syahwat duniawi.
Jika dipahami dengan baik, kesibukan dunia justru dapat menjadi jalan untuk memperkuat keimanan. Seorang pekerja yang menjaga kejujuran sedang melatih integritas iman, seorang ibu yang mendidik anak dengan penuh kesabaran sedang menanam amal jariyah, dan seorang pelajar yang menuntut ilmu dengan tekun demi kemaslahatan umat sedang berjihad di jalan Allah. Semua aktivitas tersebut adalah kesibukan duniawi, namun maknanya melampaui batas dunia karena berbuah pahala di sisi Allah. Inilah keistimewaan ajaran Islam yang memandang dunia bukan sekadar beban, melainkan ladang amal.
Pada akhirnya, kesibukan dunia memang tidak pernah ada habisnya, tetapi Islam memberikan jalan agar kesibukan itu tidak menjadi sia-sia. Dengan meluruskan niat, menjaga keikhlasan, dan melaksanakan aktivitas sesuai tuntunan syariat, setiap kesibukan dapat berubah menjadi ibadah. Dunia dengan segala kesibukannya hanyalah jembatan menuju akhirat. Oleh karena itu, seorang muslim dituntut untuk memaknai setiap kesibukan sebagai kesempatan memperbanyak amal dan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan cara ini, kehidupan dunia yang tampak melelahkan akan terasa penuh makna, sebab setiap langkah yang dijalani bukan lagi sekadar rutinitas, melainkan ibadah yang mengantarkan kepada kebahagiaan abadi di sisi-Nya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI