Mohon tunggu...
SRI HARTONO
SRI HARTONO Mohon Tunggu... Supir - Mantan tukang ojol, kini buka warung bubur ayam

Yang penting usaha

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Membandingkan Sesama Kompasianer

9 Juli 2022   06:00 Diperbarui: 9 Juli 2022   11:28 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Merenung / Wattpad - Pinterest. 

Pernahkan Anda membandingkan diri dengan kompasiner lain? 

Saya pernah dan sering. Di artikel ini saya mencolek beberapa nama Kompasiner suhu sebagai perbandingan. Mohon ijinnya. 

Walaupun senang membandingkan, bukan berarti saya menganut pepatah 'Rumput tetangga lebih hijau daripada rumput di jalaman sendiri'. Dari beberapa komen kompasianer lain, saya cukup percaya diri bahwa rumput di halaman saya juga ada hijau hijaunya. 

Saya sering kagum ketika membaca tulisan kners lain. Mereka kok bisa bisanya membuat artikel yang tidak saja enak dibaca, tetapi bermanfaat serta bermutu. 

Pikir saya, "Wong kui mangane opo, kan yo podho podho sego" Orang itu makannya apa, kan ya sama sama nasi. 

Lha apa yang dituliskan di artikel itu kan bahasanya sama sama Indonesia, kata katanya juga banyak yang sama, tetapi di jempol kompasiner suhu kok hasilnya jadi berbeda. 

Contoh soal artikel saya yang mengulas soal angka tujuh gol timnas Indonesia. Jika artikel itu yang menulis Acek Rudy pasti akan beda hasilnya. Kalimat penuh humor disertai seluk beluk angka tujuh dari sisi hongshui, primbon, maknanya dan entah apalagi. Acek Rudy itu seperti perpustakaan berjalan. 

Lain lagi dengan Pak Felix Tani. Saya sering membandingkan artikel humor saya dengan tulisan beliau. Selain lebih lucu, artikel Felix Tani lebih berisi karena sering didasari teori dari para cendekiawan serta ilmu pengetahuan tertentu. Pak Felix Tani lebih mumpuni. Padahal kami ini, ditambah Bu Supriati, adalah sama sama penggemar soto Estho Salatiga. 

Mungkin karena saya makannya soto doang tidak plus lentho, perkedel dan karak, jadinya tulisan saya kurang nendang. Tak seperti beliau berdua yang sudah kondang. Apa karena saya  kurang gizi ya? 

Ada satu kners muda yang menjadi favorit saya (namun tulisannya tidak semua saya baca he he he) yaitu David Abdulah. Anak ini jika menulis artikel sangat serius sehingga hasilnya bagus. Dia mengaku pernah tiga hari cari referensi hanya untuk menulis 1 artikel saja. Tak heran dari 241 tulisan AUnya 116.

David kalau menulis artikel malam malam. Masih sempat sempatnya dia berkarya walaupun sudah lelah pulang kerja. Hal ini mungkin yang membedakan saya dengan dia. Jika selesai bekerja, saya lebih suka masuk kamar yayang yayangan. 

Jangan ngeres ya, saya yayangan dengan anak istri karena kami berempat tidur sekamar. Yayangan bagi saya adalah saling cerita dan canda ria sebagai wujud berbagi kasih sayang keluarga. 

Yang termasuk langka itu Pak Katedrarajawen. Beliau dengan 2 kata saktinya 'Omong Kosong' kok bisa bisanya membuat banyak tulisan dengan berbagai topik. Maknanya mendalam dan penuh perenungan. 

Lain halnya dengan saya yang lebih banyak menulis dengan sedikit makna. Saya boleh dikatakan sebagai kompasiner 'omong kosong nyaring bunyinya'. 

Suatu saat saya pernah terbahak membaca membaca tulisan Mbak Fatmi Sunarya. Judulnya saya lupa, tetapi waktu itu saya memberi beberapa penilaian di satu artikel itu. Beliau kalau menulis humor itu lucunya setengah mati. 

Beberapa tulisan humor saya juga dianggap lucu oleh kompasianer lain. Mungkin mereka juga menganggap humor saya lucu setengah mati. 

Saya setuju dengan anggapan tersebut. Humor saya memang lucunya setengah mati saja, karena yang setengah mati lagi adalah membuatnya. 

Menulis humor itu sulit. Coba suruh orang orang yang skripsi atau tesisnya mendapat nilai A-plus, belum tentu mereka bisa menulis cerita humor. Namun jika mereka bisa menulis humor, hasilnya pasti luar biasa seperti Pak Felix Tani. 

Saya juga sering membandingkan diri dengan kompasianer maestro, Pak Tjip dan Ibu Rose. Opa-Oma yang sudah S3 (sudah sangat sepuh), jempol dan mata beliau tentunya masih berfungsi dengan baik. Jika tidak, bagaimana pasangan Kompasiner senior itu bisa mengetik dan membaca tuts keyboard atau HP yang kecil kecil Ini. 

Belum tentu kelak di usia segitu indra saya masih berfungsi normal. Belum tentu juga umur saya bisa mencapai S3 seperti mereka. 

Banyak kompasianer lain lagi yang saya bandingkan dengan diri sendiri. Mereka yang profesinya bukan kaleng kaleng masih mau menyibukkan diri menulis di Kompasiana. Ada wartawan, editor, motivator, konsultan dll. Para Kompasiner itu kan kalau menulis di tempat lain bisa berhonor jutaan. 

Pun bagi Kompasiner yang bertempat tinggal di luar negerinegeri,  seperti Mbak Henny Triana dan kawan kawan. Kecintaan mereka pada Bumi Pertiwi membuat mereka mau berbagi info kebudayaan, sosial politik dll, yang membuat paham bahwa negara Indonesia hidup tak sendiri. 

Membandingkan diri dengan orang lain buat saya perlu dilakukan. Jika ingin lebih baik, saya harus membandingkan dengan kners suhu. Jika ingin menghibur diri, bandingkan dengan penulis pemula. Biasanya mereka masih banyak salahnya. 

Yang penting sadari kemampuan diri dan tak perlu diiringi dengan rasa iri. 

Kalau tulisan saya ingin berkualitas, saya harus belajar lagi. 

Kalau tulisan saya ingin diberi banyak penilaian dan komentar, rajin rajinlah melakukan hal yang sama kepada kompasianer lain.

Kemudian jika ingin mendapat banyak K-reward, tulis sebanyak banyak artikel lalu melakukan share ke semua orang yang dikenal termasuk grup medsos mereka. 

Caranya memang sederhana. Namun sampai saat ini saya belum bisa melakukannya. 

Salatiga 090722.135

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun