Dua Episode Kerusuhan: Dari Pressure Cooker ke Microwave
Saya dan kita semua mungkin termenung ngebayangin gimana bedanya kerusuhan yang terjadi saat ini di Indonesia dengan yang terjadi di era 98? Untuk memahami penyebab kerusuhan di dua zaman ini secara awam, bayangin aja dua alat masak : pressure cooker dan microwave.
Kerusuhan Mei 98 tuh kayak pressure cooker. Panci presto yang dipanasin pelan-pelan, tekanan naik bertahap, dan akhirnya meledak dengan dampak yang mengguncang fondasi. Lantas bagaimana dengan kerusuhan saat ini? Lebih kayak microwave. Dipanasin cepat, ledakannya spontan, selesai cepat, tapi kalau nggak hati-hati, bisa bikin meleduk juga. Coba mari kita telusuri narasi penyebabnya, dengan sedikit bumbu cerita yang relatable.
Babak 1: Latar Belakang dan Beda Sumber Tekanan
Dalam kasus Mei 98 dipicu oleh tekanan Ekonomi & Politik yang membara. Â Bayangin aja di tahun tersebut harga-harga naik gila-gilaan. Rupiah benar benar anjlok, orang susah cari makan, perusahaan kolaps, dan pengangguran merajalela. Ini adalah krisis yang menyentuh nyawa sehari-hari. Jadi, rakyat bukan cuma kesal, tapi juga kelaparan dan frustasi. Ditambah lagi, mahasiswa turun ke jalan menuntut reformasi, sementara isu-isu sensitif seperti sentimen rasial sengaja dipanas-panasi. Kerusuhan Mei 98 adalah ledakan dari tekanan yang sudah menumpuk puluhan tahun.
Sedangkan kerusuhaan saat ini terjadi karena emosi dan informasi yang terpicu di medsos salah satunya berkaitan dengan ucapan anggota DPR mengenai respon tuntutan pembubaran DPR dan kenaikan tunjangan mereka. Ekonomi mungkin masih nggak ideal, tapi kebanyakan kerusuhan saat ini penyebabnya lebih beragam, diantara nya :
- Hasil pemilu yang dianggap tidak adil
- Kebijakan pemerintah yang kontroversial (e.g., UU Cipta Kerja)
- Isu ketidakadilan yang viral di Twitter/TikTok
- Isu kenaikan Pajak dan BPJS
- Bahkan, saat ini salah wasit sepak bola bisa bikin stadion ricuh!
Jadi, pemicunya seringkali adalah emosi kolektif yang dibentuk oleh medsos, bukan lagi sekadar urusan perut. - Letupan yang besar adalah tewasnya Affan pengemudi Gojek menambah panasnya situasi terhadap aparat BrimobÂ
Babak 2: Peran Teknologi (Dari Kabar Burung ke Viral TikTok)
Dalam kasus Mei 98 informasi bergerak lambat tapi membekas. Orang mengandalkan radio, telepon rumah, atau kabar dari mulut ke mulut. Hoaks walau sudah ada, tapi penyebarannya pelan. Efeknya? Ketakutan terakumulasi perlahan, tapi begitu meledak, dampaknya dalam dan traumatis.
Sedangkan kerusuhan saat ini informasi bergerak sangat cepat, emosi meledak instan. Satu video viral di TikTok atau satu thread provokatif di Twitter bisa bikin ribuan orang turun ke jalan dalam hitungan jam. Tapi, seringkali, begitu fakta terbukti salah, kerusuhan sudah terlanjur terjadi. Medsos jadi pemicu sekaligus amplifier kemarahan.
Waktu Mei 98, seorang bapak-bapak mungkin nempelin kupingnya dan pake antena radio nyari-nyari sinyal buat dengar berita luar negeri. Sekarang, anaknya atau bahkan cucunya tinggal pakai VPN buat akses Twitter yang lagi diblokir, sambil ngetweet, "Lah,