Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jadilah Penebar Perdamaian di Tahun Politik

9 November 2018   21:15 Diperbarui: 9 November 2018   21:59 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
No Hate Speech - www.bee-secure.lu

Beberapa waktu lalu, presiden Joko Widodo mengucapkan kata 'sontoloyo' ketika sedang memberikan pidato. Kubu oposisi langsung memberikan komentar pedas terkait hal ini. Tak lama kemudian istilah ini begitu santer dibahas di media sosial dan menjadi viral. Bisa jadi istilah 'sontoloyo' dipilih Jokowi karena kesal dengan sebagian elit politik.

Yang satu mencaci yang satunya melakukan pembelaan. Itulah yang selalu terjadi ketika tahun politik. Kampanye negative terus bermunculan tanpa diikuti dengan data yang valid. Semua yang muncul justru dibumbui sentiment kebencian. Hal yang semacam inilah yang kemudian berpotensi memunculkan kampanye hitam.

Mari kita belajar dari kasus Ratna Sarumpaet. Begitu mudahnya elit politik mempercayai apa yang dilihatnya sebagai sebuah kebenaran, tanpa mencoba untuk melakukan cek ricek. Dan benar saja, ketika polisi menyatakan peristiwa pemukulan yang membuat wajah Ratna lebam tidak terjadi, semua elit politik langsung buru-buru melakukan permintaan maaf.

Tapi yang sudahlah, semuanya sudah terjadi, tidak perlu lagi diulangi. Mari kita jaga setiap ucapan dan perilaku, agar tidak saling menyakiti. Karena bagi yang merasa tidak suka, akan memicu aksi saling melaporkan atas dugaan perbuatan tidak menyenangkan.

Tidak ada gunanya saling mencaci satu dengan yang lainnya. Bukankah perhelatan politik ini untuk mencari pemimpin yang jujur, amanah, dan bertanggungjawab? Bukankah kita semua menginginkan pemimpin yang mengerti akan segala kebutuhan rakyatnya?

Kalau memang demikian, mari kita dorong masa kampanye ini untuk saling adu gagasan, adu program, agar segala permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia bisa segera teratasi. Bukan saling memfitnah, menebar hoax dan ujaran kebencian. Mau sampai kapan antar sesama warga negara saling menebar kebencian?

Nenek moyang kita mengajarkan nilai-nilai kearifan lokal yang sangat baik. Nilai-nilai toleransi dan saling menghargai, menghormati dan saling tolong menolong, selalu ditunjukkan dalam perilaku sehari-hari. Tidak ada satupun suku-suku yang di Indonesia mengajarkan untuk saling bertikai.

Suku-suku di pedalaman seperti Papua, memang terkadang bisa saling serang, tapi mereka menjunjung tinggi tradisi bakar batu. Sebuah ritual memasak dalam jumlah besar, yang dilakukan oleh seluruh masyarakat kampung. Selain sebagai bentuk syukur, ritual ini juga dijadikan ajang untuk saling silaturahmi antar sesama. Suku-suku yang awalnya saling berkonflik, akan saling meminta maaf jika sudah menggelar tradisi bakar batu.

Banyak hal yang bisa kita jadikan pembelajaran bersama, bahwa saling menebar kebencian hanya akan membuat negeri ini terpuruk.  Saling menebar kebencian hanya akan membuat bibit radikalisme dan terorisme semakin subur di negeri yang toleran ini.

Kelompok-kelompok penebar teror ini akan memanfaatkan kondisi ini, untuk terus melakukan propaganda radikalisme. Dan dampaknya adalah akan semakin banyak generasi penerus yang menjadi korban. Hanya dari kebencian yang terus diprovokasi, akan berujung pada kehancuran negeri. Berhentilah saling menebar kebencian, dan jadilah penebar perdamaian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun