Mohon tunggu...
Sovi Mariyana
Sovi Mariyana Mohon Tunggu... Guru - Saya adalah guru SD

Saya adalah seorang guru. memilki hobi menulis, membuat konten sangat berpegnaruh pada profesi saya sebagai guru. Saya bisa memetik banyak pelajaran dan pengalaman sebagai guru yang bisa saya jadikan bahan untuk menulis dan membuat konten. Mengangkat banyak pelajaran, pengalaman, dan isu-isu dalam pendidikan bisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Pelajaran dari Tuhan

25 Februari 2024   20:15 Diperbarui: 25 Februari 2024   20:42 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/search?q=gambar+infus+orangsakit&oq=gambar+infus+orangsakit&gs_lcrp=EgZjaHJvbWUyBggAEEUYOTIJCAEQABgNGIAEMgoIAhAAGAgYDRgeMgoIAxA

Dengan susah payah, perlahan aku bangkit dari tempat tidur. Mengumpulkan seluruh kekuatan yang tersisa setelah hampir 10 hari hanya bisa terbaring lemah di kamar ini. Aku bangkit dari tempat tidurku dan dengan sedikit agak sempoyongan, aku berjalan keluar kamar, upss... kotor sekali rumahku. Meskipun tak sekotor rumah tetanggaku tapi ini cukup membuat hatiku sesak melihatnya. Dapur yang blepotan dengan bekas minyak dan makanan, kamar mandi yang penuh dengan bercak sabun, bekas sampo dan air yang mengering didindingnya, cucian yang menumpuk di samping mesin cuci, belum lagi bekas makanan jatuh yang terinjak mengering di lantai. Duh gusti... benar sekali kalimat yang sering kudengar "Seorang Ibu tak boleh sakit" apalagi jika dirumah tak ada pembantu.

"An." Panggilku perlahan. Kulihat anak perempuanku hanya menoleh acuh dikamarnya. "Apa kau tak ingin melihat rumah ini bersih seperti saat ibu sehat nak ?" kataku perlahan sambal kuhampiri anakku.

"Malas ah..masak cuma aku yang beres-beres rumah, cuci piring, nyapu ngepel. Biarin wes ma... aku gak mau lagi. Gantian dong..masak abang gak kerja dibiarkan, giliran aku dimarahi !" ujarnya ketus membuat aku sakit hati mendengarnya.

"Nak...kau kan anak perempuan, kerjaan rumah itu sudah kewajibanmu. Lagian kalo kerja gak boleh menggerutu, itu Namanya gak ikhlas. Nanti hilang pahalanya. Gak jadi dong dapat kebaikan dari Allah" ujarku sambal ke elus rambutnya yang Panjang.

"Pokoknya enggak wes. Mentang-mentang abang anak laki-laki trus dia gak punya tanggung jawab dirumah ini. Enak sekali jadi abang, sudah..bla bla blab la....". Panjang lebar di nyrocos gak teria dengan yang kukatakan. Perlahan aku bangkit dan keluar dari kamarnya. Menahan rasa kesal karena merasa tak dihiraukan dan dihargai anak sendiri.

Tak bisa kupaksakan untuk melakukan pekerjaan rumah meski hanya hanya menyapu. Penyakit typesku kalo lagi kambuh memang butuh waktu agak lama untuk sembuh. Perlahan aku Kembali ke kamar dengan nafas agak tersengal dan mata mulai berkunang. Kurebahkan tubuhku. Kembali ingatanku saat mereka masih kecil. Jika saat ini anak-anakku seperti itu, kurang punya tanggung jawab terhadap kewajibannya, itu bukan salah mereka. Akulah yang salah. Sejak kecil kubiarkan mereka asik dengan kesibukannya, saat suami dan ibuku mengingatkanku untuk mengajari anak bekerja, aku santai saja. Karena kupikir aku masih mampu mengerjakan seluruh pekerjaan rumah dan keadaan itu saat aku masih berperan hanya sebagai ibu dan istri. Dan lagian mereka mau bekerja kalo ku suruh. Iya bnar kalo kusuruh, kalo tidak kusuruh mereka tak peduli. Yah, inilah letak kesalahanku apalagi sekarang, aku berbagi peran selain sebagai seorang ibu juga seorang ASN. Tuhan,,,, andai waktu bisa kuputar...

Kupandangi juga kerjaan yang menumpuk dan laptop yang berdebu karena sudah 10 hari tak kusentuh sama sekali. Tuhan,,, saat sakit begini, ingin rasanya aku mengeluh, menyalahkan-Mu Tuhan, menyalahkan keadaan dan menyalahkan pekerjaan. Tapi tidak, aku malu untuk mengeluh... Keadaan tak salah, pekerjaan pun tak salah, bahkan engkaupun tak salah. Aku ingat apa yang dikatakan seorang ustad dalam sebuah film, "Kita akan tetap sakit meski kita rajin mengingat dan mendekatkan diri pada-Nya. Bukannya Allah tak sayang kita, tapi kitalah yang tak sayang tubuh kita, kita yang mendzolimi tubuh kita, dengan selalu mengajaknya bekerja tanpa Lelah tak kenal waktu, makan apapun padahal itu tak baik untuk tubuh kita. Dan saat kita sakit, itu adalah reaksi tubuh yang memberontak karena telah diperlakukan semena-mena selama ini".

Kupadangi lagi setumpuk kertas yang berisi dokumen penting. Kupandangi atap rumah. Tuhan,,,aku ingin cepat sehat. Tak ada kata terlambat untuk mengobati penyesalan. Semua bisa diperbaiki meskipun sulit, terutama untuk anak anakku. Jika sembuh, kan kujaga tubuhku baik-baik, kuatur waktuku lebih baik untuk hal yang lebih bermanfaat. Karena setiap hari, kewajiban baru akan menunggu untuk diselesaikan dengan tubuh dan fikiran yang sehat. Kan kulatih anak-anakku untuk lebih bertanggung jawab meski harus mengabaikan rasa kasihan. Suatu saat mereka akan hidup mandiri dan aku tak selamanya bisa menanggung semuanya sendiri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun