Mohon tunggu...
Soufie Retorika
Soufie Retorika Mohon Tunggu... Penulis - Penyuka seni, budaya Lahat

Ibu rumah tangga, yang roastery coffee dan suka menulis feature, juga jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ayah... Belikan Aku Kuota

6 Agustus 2020   01:38 Diperbarui: 6 Agustus 2020   01:37 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh PhotoMIX Company dari Pexels

Setelah membaca beberapa artikel masalah pendidikan semasa Covid-19 ini, kepala saya seperti diisi berjuta kunang-kunang yang mengitari. 

Dan hari ini adalah puncak kekesalan, di atas segala tak berdayanya saya sebagai seorang ibu mengelus hati satu persatu anak, supaya bersemangat belajar.

Dimulai Februari 2020 lalu kala anak nomer dua saya menempuh ujian setingkat SMA. Ya, ia sekolah di Aliyah. Artinya ujiannya lebih banyak ketimbang sekolah umum. Ada mata pelajaran ke-islaman selain mata pelajaran umum. Berjibaku di tengah Covid 19, akhirnya ia lulus dari ujian sekolah.

Dari tingkat dasar anak bersekolah, tidak ada tuntutan bagi keempat anak saya untuk pinter, rangking, berprestasi, atau gemilang di mata orang lain.

Jauh-jauh hari sudah saya persiapkan mental, kata dan kalimat, bahwa setiap anak adalah istimewa, setiap anak pasti diberikan kepandaian, setiap anak adalah titipan Tuhan. Jadilah mereka, diri mereka sendiri.

Pun ketika anak pertama diperiksa tumbuh kembang awal balita, ia hiperaktif. Dengan segala upaya, hingga turun tangan bantuan guru Sempoa nya membuka jalan saya belajar memahami anak berkebutuhan khusus. Setelah itu prestasi anak pertama melesat, begitu juga yang kedua dan ketiga.

Prestasi belajar mereka baik mata pelajaran agama atau mata pelajaran umum cukup lumayan. Beberapa penghargaan, lomba di bidang sastra tulis, lomba puisi, hingga mengikuti beberapa lomba barista dan pengetahuan tentang kopi.

Saya bangga, sembah syukur Alhamdulillah karena itu bukan dari saya yang mengajarkan, banyak tangan yang meniupkan doa, ada orang-orang baik menjadi guru mereka, ada bapak pengganti yang juga dengan baik mengajar mereka tentang dunia kopi. Saya, ibunya cuma tukang poles-poles, jarang mengajari. Harus jujur, tangan Tuhan yang maha dahsyat memberikan anugerah.

Di hantam Covid 19, anak yang setiap hari cuma tidur 4-5 jam, mengisi ketakutannya dengan belajar via ponsel lebih lama. Di sela-sela itu ia berpuasa, rajin tahajud, wirid yang tak lepas. Saya tidak sanggup melihatnya, hampir setiap hari begadang mengerjakan tugas, ini kisah anak nomer tiga.

Setelah juara 1 umum semester ganjil, di semester genap kelas X ia terjun bebas cuma juara 1 di kelas. Wali kelasnya yang baik memberitahu via WhatsApp.

"Anak ibu pinter."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun