Mohon tunggu...
Soufie Retorika
Soufie Retorika Mohon Tunggu... Penulis - Penyuka seni, budaya Lahat

Ibu rumah tangga, yang roastery coffee dan suka menulis feature, juga jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tentang Rindu

9 Februari 2019   00:38 Diperbarui: 9 Februari 2019   00:41 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tambah Fi, makanmu sedikit. Tubuhmu sangat kurus."

"Makanlah yang banyak, perjalananmu jauh apalagi sudah lama tak pulang."

Diujung percakapannya sesegera kualihkan dan menyudahi makanku. Ini ke sekian kali, aku tahu ibu selalu menyiapkan piring makanku, agar tak menggelak makan lebih banyak. Ibu tahu aku takkan mampu menolak suguhan dusun yang lezat buatannya. Ada mantera cinta, ada doa ibu, ada keberkahan utuh dari tangannya. Begitulah aku memujamu ibu. Beras yang ditanaknya adalah hasil sawahnya sendiri, deretan sayuran di tanam di pinggir dangau hijau, tempoyak adalah hasil fermentasi tangannya. Tak tertandingi cintanya.

Usai makan aku pamit ke ujung dusun berziarah. Sudah lama aku juga tak ke sana, biasanya di sana pecah lagi tangisku. Dan aku akan duduk di pinggiran Sungai Lematang. Berdoa panjang, memohon ampunan. Bergumam dalam hati merintihkan kekesalan serta semua yang menimpaku. Aku tidak marah pada Tuhan, hanya saja aku merasa lunglai, tiada berdaya dengan segala yang menimpaku.

Jelang Ashar biasanya ada yang mencariku mengingatkanku untuk pulang. Orang suruhan ibu, biasanya dengan lembut membuyarkan lamunanku.

Berpamitan, sesegera mungkin pada ibu. Tiap kali aku pulang, bergulung awan abu-abu mengikutiku. Bisikan ibu biasanya terwujud, semoga sampai di rumah baru hujan kan turun. Ibu bukan dukun hanya saja doa tulusnya buatku selalu di dengarkan Tuhan.

Suara laju kendaraan menutup dering ponsel, kebiasaan lelaki yang mengasihiku saat sore menanyakan keberadaanku.

"Wajar hon, aku nanya, khawatir di jalan."

Pasti begitu jawabnya setiap kutanyakan. Dan begitu tiba di kota segera aku menjumpainya. Dan dihujani peluk ciuman hangat, beribu risau menyertai. Aku hanya mematung, menikmati. Meski kujelaskan bahwa hari ini coaching coffee di desa bersama beberapa ibu. Lalu mengunjungi ibuku. Tak menyurutkan kerisauan lelaki ini padaku.

"Honey, aku ingin segera kita menikah."

"Segera. Aku takut kehilanganmu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun