Mohon tunggu...
Soufie Retorika
Soufie Retorika Mohon Tunggu... Penulis - Penyuka seni, budaya Lahat

Ibu rumah tangga, yang roastery coffee dan suka menulis feature, juga jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertemuan Senja

18 Juni 2018   00:38 Diperbarui: 8 Juli 2018   01:06 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pesan seperti yang kau pesan sayang."

"Kau lebih tahu kesukaanku....."

"Sama seperti yang kau pesan, mauku seperti yang sama benakmu pikirkan."

Penuh senyum wajah lelaki ini mengatakan pada istrinya, aku melihat percakapan suami istri  yang datang ke kedai kopi tadi menjelang malam. Kami sudah sering berjumpa dan tiap perjumpaan ada saja yang menurut mataku menarik dari mereka berdua. Bukan mengintip, atau menguping, tapi kata-kata keduanya begitu lugas tidaklah terasa dibuat-buat meluncur dari hati keduanya yang terpaut. Pandang mata mereka selalu berbicara penuh kasmaran tiap perjumpaan di kedai yang sama, tanpa mampu berpaling dari kondisi menarik diriku menyelami keduanya.

Dan aku masih di sudut yang sama sendirian setiap ke kedai kopi ini dengan setumpuk pekerjaan yang belum juga berkesudahan menanti deadline, segelas kopi hitam tak manis dan gagdet sebagai pendukung pekerjaanku. Malam begini aku sempatkan singgah kembali di sana melepas kepenatan mencari ruang kosong untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan. 

Rupanya takkan mungkin menyelesakannya, pemandangan dihadapanku lebih menarik dari setumpuk pekerjaanku.  Selalu pertemuan kami tak disengaja saja dan hampir sepekan sekali kupandangi mereka berdua hadir selalu memberi aroma merah jambu. Kata-kata pasangan itu saling mengimbangi kemesraan, memandangnya penuh haru biru perasaanku yang mendengar sayup-sayup canda mereka.

Sesekali suami istri itu tersenyum merekah, sesekali pula aku melihat belai lembut tangan menyentuh ujung jemari istrinya membuat perempuan dihadapnya pipinya bersemu malu menghadapi kemesraan yang diberikan suaminya. Ujung jemari yang memucat saling menggengam hangat bertaut menjadi satu seperti takkan terpisahkan, seperti baru kali itu mereka bergenggaman tangan saling memberikan getaran hangat. Bahagia mereka, bahagia pula aku tiap kali memandangnya menjadikan penuh cinta. 

Karenanya betah berlama-lama disudut kursi mendengarkannya, sudah terbiasa menghafal gerak bibir lelaki dan perempuan itu saat berbicara, keagungan cinta yang mereka miliki tak kujumpai dimanapun. Sepasang lesung pipi si perempuan lebih dari paruh baya itu mengembang kian kemari tiap perjumpaan kami di sana.

Tidak hanya pada suaminya, pada pelayan yang menawarkan menu makanan dan minuman juga ia kerap tersenyum ramah, lelaki itu mengiyakan tiap perkataan istrinya dengan kerling mata saling memanjakan. Meski bantahan pernah terlihat tapi penuh kehangatan, tidak menyinggung hati pasangannya. Mata mereka saling mengerjap syahdu seperti sepasang lilin di dalam gelas mungil yang terpasang di tiap meja kedai kopi itu meremang hingga larut malam yang semakin syahdu dan dingin namun enggan beranjak dari sana.

Sepasang kekasih senja yang kerap kali menghangatkan pikiranku yang sudah lelah menghadapi rutinitas sehari-hari tapi banyak kepalsuan. Namun kepalsuan tak terlihat dari pasangan ini, karena selalu kujumpai pemandangan yang masih sama seperti hari-hari kemarin. Aku takkan pernah jemu memandangi mereka yang kuanggap seperti cerita dalam dongeng.

Mengamit mesra tangan mungil perempuan itu hingga duduk di kursi kedai, barulah ia sendiri menempelkan dirinya duduk berhadapan. Aku lupa kapan pertama berjumpa mereka berdua. Karena selalu mengharu biru, iri kelihatannya tapi bukan itu perasaan yang membuncah di diriku. Bahagia selalu, selalu ada tiap denyut yang mereka tampakkan meski terlihat kerutan di kedua wajah lelaki dan perempuan senja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun