Mohon tunggu...
Jon Roi Tua Purba
Jon Roi Tua Purba Mohon Tunggu... Penulis/Pekerja Sosial -

Menjadikan Hidup Lebih Berarti

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Merintis Usaha Sepatu Berkualitas

7 Maret 2019   10:59 Diperbarui: 10 Maret 2019   13:43 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ismail (64), warga Siantar. Ia ahli membuat sepatu produk lokal tapi kualitas internasional.

Mereka ahli di bidang sepatu. Belasan tahun bekerja di rumah produksi perusahaan sepatu ternama, bahkan sudah wara-wiri di perusahaan sepatu di Jawa dan Sumatera. Namun kedua lelaki ini, tersendat modal mewujudkan cita-citanya: jadi pengusaha sepatu. Bagaimanakah dua warga Siantar ini bisa bertarung di tengah kencang kompetisi bisnis sepatu hari ini?

***

"Saya tahu kualitas sepatu merek terkenal. 14 tahun saya bekerja di dapur produksinya," beber Ismail (64) diaminkan saudaranya Iskandar Nadi (54), dua ahli pembuat sepatu asal Pematangsiantar, tempo hari.

Meski usia mereka tidak lagi muda, kedua lelaki ini masih saja cekatan membuat sepatu. Mereka tim yang kompak. Bisa mendesain sampai membentuk sepatu jadi. Keterampilan membuat sepatu itu mereka dapatkan dari sang Ayah yang sudah lebih dulu menghadap sang Pencipta.

"Sejak kecil saya sudah hidup dengan sepatu-sepatu buatan ayah," kenang Ismail.

Ditemui di kediamannya Jalan Setia Negara 1 Ujung, Kelurahan Setia Negara, Kecamatan Sitalasari, Kota Pematangsiantar, Ismail dan Iskandar menyambut dengan hangat. Mereka bercerita banyak tentang ayah mereka selaku sosok inspirasi.

Bagi dua bersaudara ini, sepatu bukan sekadar alas kaki. Tetapi kenangan akan ayah dan semangat berkarya bagi negeri. Melalui sepasang sepatulah, dua lelaki ini bisa terus menghidupkan kenangan akan ayah mereka. Lewat sepatu pula, mereka berkiprah untuk mengharumkan negeri. "Soal mutu, sepatu buatan kami tak kalah unggul dari merek luar negeri. Kami bisa diuji," tantangnya.

Sayangnya kehebatan dan keterampilan menciptakan sepatu belum cukup untuk membuat keduanya dapat bertahan hidup. Apalagi kalau mau berkompetisi. Diperlukan topangan modal dan jejaring pertemanan yang luas supaya sepatu yang mereka produksi bisa sampai ke tangan pembeli.

Lantaran tak memahami tantangan zaman yang bergeser ke era digital/online, dua pembuat sepatu ini kelimpungan memasarkan sepatunya. Tak pelak, usaha mereka sempat mangkrak karena ketiadaan modal pada tahun 2000. Keduanya terpaksa alih profesi menjadi buruh bangunan dikarenakan tuntutan biaya sekolah anak-anaknya, sementara sepatu tak laku jual.

Selama bekerja sebagai kuli bangunan, keduanya makin menyadari betapa tidak enaknya bekerja bagi orang lain. Mereka merindukan masa-masa berkarya tanpa diperintah orang lain. Kenangan itu memamksa mereka untuk berpikir kembali membuat sepatu.

"Membuat sepatu adalah bagian dari diri kami, sehingga tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Sudah melekat di hati," beber Iskandar Nadi, ayah tujuh anak ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun