Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Berikut Tiga Deretan Kebijakan Anies yang Ditekel Jokowi

31 Maret 2020   20:53 Diperbarui: 31 Maret 2020   21:43 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto (detik.com)

Semenjak ditetapkan sebagai epicentrum covid-19, Gubernur DKI Jakarta mulai ancang-ancang menyiapkan skema kebijakan yang bisa memutus rantai penularan. Tentu, sebagai kepala daerah Anies berhak dan memiliki dasar hukum untuk mengelola dan menerapkan kebijakan yang dirasanya perlu untuk menyelamatkan rakyat ibukota.


Membaca data perkembangan kasus covid-19 di DKI Jakarta sesungguhnya sangat memperihatinkan. Sebelum menerapkan social distancing, kasus covid-19 di Jakarta belum ada sama sekali. Namun setelah pemerintah pusat melalui Jokowi dan Menteri Kesehatan mengumumkan telah ada dua kasus positif corona di indonesia. Maka kasus demi kasus mulai terungkap dan  jumlah kasusnya terus menanjak naik.

Tak mau tinggal diam dengan keadaan yang terus berkecamuk, Anies Baswedan pun gerek  cepat untuk membuat Jakarta lebih aman. Meliburkan sekolah, kantor dan menghimbau perusahaan agar mau bekerja sama demi menciptakan social distancing untuk memutus rantai penularan dari satu orang ke orang nyatanya belum cukup menurunkan  angka kasus kejadian virus corona.

Anies dan kepemimpinannya di DKI Jakarta ternyata memiliki masalah lain. Beberapa kebijakan Anies yang ia keluarkan ternyata mendapat penolakan dari pemerintah pusat. Tentu sebagai otoritas tertinggi dengan kewenangan absolut, Anies tak memiliki daya yang kuat untuk melayangkan gugatan karena kebijakannya yang kerap kali ditolak dan tidak mendapat persetujuan istana.

Misalnya saja kebijakan tentang pembatasan transportasi massal, seperti TransJakarta, MRT, dan LRT, pada 15 Maret 2020. Menurut pengakuannya Anies ingin memberikan efek kejut kepada warga DKI tentang virus corona.  Alih-alih ingin menerapkan social distancing demi mencegah penyebaran virus Corona, justru kerumunan massa yang didapatkan akibat pembatasan transportasi publik itu.

Melihat kejadian tersebut, Presiden Joko Widodo langsung menginstruksikan agar transportasi publik disediakan dan mau tak mau Anies pun harus mencabut kebijakannya itu. Jubir kepresidenan, Fadjroel Rahman pun ikut ambil bicara tentang fenomena ini.

"Dalam situasi pandemi COVID-19 sekarang, tak boleh ada kebijakan coba-coba yang tak terukur. Publik tak memerlukan kebijakan 'efek kejut', tapi kebijakan rasional dan terukur yang memadukan kepemimpinan organisasi, kepemimpinan operasional, dan kepemimpinan informasi terpusat sebagaimana yang ditunjukkan Presiden Joko Widodo sebagai 'panglima perang' melawan pandemi COVID-19,"  (detik.com).

Selanjutnya, kebijakan Anies yang kembali di tekel Jokowi adalah soal pelarangan operasi bus jurusan Jakarta. Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo,  dengan pelarangan ini, diharapkan bisa menekan penyebaran Corona virus ini di daerah-daerah tujuan yang selama ini informasi dan laporan dari daerah itu terjadi peningkatan ODP (orang dalam pemantauan) maupun PDP (pasien dalam pengawasan) yang cukup signifikan.

Namun sayangnya, kebijakan yang katanya telah dikoordinasikan oleh Kemenhub nyatanya ditolak oleh Presiden Jokowi melalui Opung Luhut Binsar Pandjaitan yang saat ini menjabat sebagai Menko Kemaritimam dan Investasi sekaligus sebagai Plt Kemenhub. Menurutnya melalui rapat terbatas dengan Presiden sebelum kebijakan itu diterapkan, pelarangan operasional itu ditunda dulu pelaksanaannya sambil menunggu kajian dampak ekonomi secara keseluruhan.  

Persoalan kebijakan Karantina ala Gubernur Anies juga menjadi korban tekel Jokowi yang berikutnya. Peristiwa ini baru saja menjadi polemik yang dikonsumsi oleh masyarakat. Kejadian ini bermula dari pihak  Balai Kota yang mengirimkan sepucuk surat ke istana.

Ringkasnya, surat tersebut berisi permohonan Gubernur DKI Jakarta untuk pertimbangan pemberlakukan  Karantina wilayah. Surat yang bernomor 143 tertanggal 28 Maret 2020, diterima tanggal 29 Maret 2020 sore juga dibenarkan oleh Mahfud MD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun