Mohon tunggu...
Sony Hartono
Sony Hartono Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Pria Yang Hobi Menulis

Kutulis apa yang membuncah di pikiranku

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Menyongsong Era Metaverse, Masih Perlukah Kita Membangun IKN Baru Secara Fisik?

17 Januari 2022   00:22 Diperbarui: 18 Januari 2022   09:45 3228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Desain final istana negara IKN Baru(Instagram/Nyoman_Nuarta via kompas.com)

Judul di atas mungkin menjadi pertanyaan sebagian dari kita. Metaverse sedang booming akhir-akhir ini, manakala CEO Facebook, Mark Zuckerberg mengumumkan berubahnya Facebook menjadi Meta sebagai induk dari kerajaan media sosial miliknya dengan 'rakyatnya' yang lebih dari 3 miliar jiwa. 

Metaverse menjanjikan kue ekonomi baru masa depan dengan ukuran yang sulit terbayangkan untuk saat ini. Revolusi Kapitalisme, Revolusi Peradaban Manusia. Wow, merinding dengarnya.......!

Untuk melihat gambaran apa itu Metaverse, ada baiknya kita menonton lagi film Ready Player One garapan Steven Spielberg sekitar 4 tahun lalu, dimana tidak ada batasan yang jelas antara dunia nyata dengan dunia virtual. 

Namun, dunia virtual yang  disajikan dalam film itu bukan dunia virtual yang kita kenal saat ini, melainkan dunia virtual yang memberikan sensasi kehidupan nyata yang sesungguhnya. 

Kita bisa bermain, bekerja, berbisnis menghasilkan uang yang juga bisa digunakan dalam dunia nyata. Bahkan, untuk urusan 'pribadi' juga bisa dilakukan secara virtual dengan sensasi yang nyata. Hadehh........

Lalu apa hubungan Metaverse  dengan rencana pembangunan IKN?

Beberapa waktu lalu, pemerintah Kota Seoul di Korea Selatan mengumumkan kalau mereka berencana mulai membangun pemerintahan kota Seoul di Metaverse mulai tahun 2022. 

Pemerintah Kota Seoul ingin menjadikan Seoul, Kota pertama di dunia yang pelayanan publiknya berjalan di Metaverse. 

Tidak hanya terdepan dalam industri kreatif dengan gelombang Koreanya yang menjadi candu dunia, Korea Selatan juga berpikiran jauh ke depan mengantisipasi perkembangan teknologi terkini, yaitu metaverse. 

Tak mau kalah dengan Seoul, berita terbaru di akhir 2021 mengabarkan bahwa Shanghai juga merencanakan pengembangan lima tahun ke depan terkait pembangunan pelayanan publik, kantor-kantor bisnis dan sektor lainnya di metaverse.

Yang lebih mencengangkan lagi Boeing, produsen pesawat terbang terbesar dunia mengumumkan rencana pembuatan pesawatnya di metaverse. Wow.... Apa lagi ini..... setelah sebelumnya brand-brand mode dunia seperti LV, Gucci, Balenciaga berlomba-lomba menjual fashion digital mereka di metaverse, dan luar biasanya laris manis! 

Saya jadi berpikir, apakah avatar-avatar kita nanti juga akan menggunakan jasa pesawat terbang untuk berpindah dari satu kota ke kota lain di metaverse? 

Tidak kah cukup lewat 'pintu ajaib' doraemon? Haha....mungkin kita nanti ingin juga merasakan sensasi naik pesawat di metaverse, sehingga Boeing berani berinvestasi besar-besaran untuk proyeknya di metaverse. 

Namun, untuk tahap awal ini bukan itu maksud tujuan boeing merancang pesawat di metaverse, melainkan berkaca dari Boeing 737 Max yang mengalami kegagalan fatal.

Boeing berencana membuat rancangan pesawat dengan berbagai proses mulai dari desain sampai dengan pengujian yang berjalan di metaverse dengan kondisi yang mirip dengan dunia nyata sampai benar-benar dipastikan aman dan lebih efisien sebelum pesawat yang sesungguhnya diluncurkan secara massal.

Metaverse tidak hanya bisa digunakan dalam dunia game online, melainkan ke depan akan merevolusi peradaban manusia. 

Bagaimana tidak, dengan adanya metaverse kita tidak perlu lagi bangunan fisik kantor yang bersifat administratif, apalagi jika ke depan semakin banyak virus-virus baru yang mengancam kelangsungan hidup manusia.

Pasti pembatasan mobilitas yang sudah kita rasakan selama hampir 2 tahun ini akan menjadi hal yang wajar, kelumrahan, bahkan kebiasaan pada masa mendatang. 

Sumber: breezyscroll.com
Sumber: breezyscroll.com

Bangunan-bangunan fisik yang tentunya tidak bisa digantikan di metaverse itulah yang masih akan tetap eksis, seperti pabrik, rumah sakit, produksi pangan. 

Belum lagi perubahan iklim yang menimbulkan cuaca tak menentu, banjir dimana-mana, peningkatan muka air laut, yangmana hal itu semua akan memaksa kita untuk mengurangi mobilitas secara fisik.

Nah melihat potensi luar biasa dari metaverse ke depan, kita perlu menanyakan lagi, masihkah kita butuh membangun Ibu Kota Negara baru yang diprediksi membutuhkan dana ratusan triliun rupiah? 

Apa tidak sayang untuk menggelontorkan uang segitu banyaknya hanya untuk pembangunan gedung-gedung beton dan infrastruktur pendukungnya yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membangunnya. 

Belum lagi nanti memindahkan puluhan ribu bahkan ratusan ribu ASN untuk tinggal di sana bukan perkara yang mudah.

Kita perlu melihat berbagai Ibu Kota-Ibu Kota Negara baru di berbagai belahan dunia yang menjadi kota-kota sunyi dengan denyut nadi perekonomian yang lemah. 

Itupun kebijakan pembangunan ibukota-ibukota baru di berbagai dunia tersebut telah terjadi puluhan tahun silam yang mana teknologi komunikasi dan informasi yang belum berkembang pesat seperti saat ini. 

Terbayang jika IKN baru kita dibangun di metaverse, betapa efisien dan efektifnya proses pelayanan publik, koordinasi antar kementerian, sampai dengan para ASN yang bisa bekerja dimanapun tidak harus terpisah dengan keluarganya sehingga performanya akan lebih baik. 

Jangan sampai kita punya IKN yang cetar membahana, tetapi bernasib sama dengan Naypyidaw, Ibukota Myanmar pengganti Yangon yang bak kota mati meskipun sudah eksis lebih dari satu dekade lalu. 

Jika maksud pembangunan IKN salah satunya adalah untuk membangun pusat perekonomian baru, memang bukan suatu hal yang salah. 

Namun, membangun perekonomian baru tidak melulu harus berinvestasi masif membangun bangunan baru secara fisik. 

Pemerintah bisa berinvestasi besar terhadap pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia menyongsong bonus demografi 2045 yang harus bisa kita manfaatkan untuk mendorong perekonomian kita masuk 10 besar bahkan 5 besar negara ekonomi terbesar dunia.

Tidak ada salahnya kita mencontoh Seoul, Shanghai, ataupun kota-kota maju dunia lainnya yang berupaya membangunan pelayanan publik di metaverse daripada menggelontorkan uang ratusan triliun untuk proyek yang belum terukur jelas manfaatnya di masa depan, terlebih lagi dalam keadaan pemulihan ekonomi nasional yang habis babak belu dihajar covid-19. 

Perlu efisiensi di sana sini, tetapi sebisa mungkin tanpa mengurangi sisi keefektifannya.  Salah satu solusinya adalah pembangunan IKN di metaverse yang  bisa dianggap relatif murah jika dibanding harus membangun IKN secara fisik.

Eits... tunggu dulu! Siapa bilang pemerintah kita nggak memikirkan IKN ke bentuk metaverse? Beberapa hari lalu, dikutip dari Tempo.co (13/1/2022), pemerintah melalui Bappenas menyatakan bahwa pemerintah akan mengimplementasikan rancangan IKN ke dalam dunia metaverse dan sudah dibuat tim khusus untuk menganganinya. 

Namun, setelah membaca beritanya lebih utuh ternyata, tujuan membuat rancangan IKN ke metaverse adalah hanya untuk mengenalkan lebih dekat desain, konsep dan rancangan IKN kepada masyarakat agar tidak hanya terlihat seperti maket atau hologram saja.

Ternyata, bukan untuk membuat rancangan IKN dengan segala proses penyelenggaraan administratifnya ke dalam bentuk metaverse seperti yang sedang dibangun oleh Seoul ataupun Shanghai. 

Alangkah lebih baik tidak hanya mengubah maket ke dalam bentuk metaverse, melainkan membangun utuh metaverse Ibu Kota Negara Baru dengan segala proses bisnis yang ada di dalamnya. Paling cuma habis beberapa triliun saja, paling banter belasan atau puluhan triliun, yang pasti nggak sampai ratusan triliun lah......

Mengapa ke depan Metaverse akan sangat populer? Sebenarnya kita bisa memprediksinya dengan mengamati perilaku anak-anak kita saat ini. Saya sendiri mengamati anak saya yang berusia 9 tahun. 

Saat ini dia lebih asik untuk berdiam diri di rumah dengan terhubung internet, dia bisa main game online semacam roblox yang menggambarkan metaverse versi sederhana, dan anehnya dia tidak bosan sampai-sampai kami kewalahan mengingatkannya untuk mengerjakan PR ataupun melakukan aktivitas fisik lainnya.

Fenomena lainnya adalah dulu ketika kita masih anak-anak atau remaja, kalau diajak piknik atau berwisata ke tempat-tempat yang baru, kita sangat antusias, sampai-sampai malam harinya sebelum berangkat pun kita tidak bisa tidur karena terbayang-bayang terus akan asiknya piknik. Namun, fenomena itu tidak lagi terjadi untuk anak-anak saya.

Ketika saya ajak berwisata ke gunung atau objek-objek wisata lainnya, responnya tidak terlalu antusias. Mereka lumayan antusias manakala menginap di hotel yang ada kolam renang dan tentunya akses WiFi. 

Definisi wisata bagi mereka adalah menginap di hotel, bukan ke objek wisata. Usai asik berenang, mereka lebih memilih ke kamar, langsung online dan tidak terlalu antusias untuk berkegiatan fisik ataupun mengeksplor objek wisata di sekitaran hotel.

Mungkin generasi kita atau generasi orang tua kita menganggap metaverse adalah kenikmatan semu, tidak bisa menggantikan kenikmatan sesungguhnya berinteraksi dan melihat langsung di dunia nyata.

Namun, itu kan menurut kita, beda halnya dengan definisi kenikmatan menurut anak-anak kita. Ini kan bicara masa depan yang tentunya anak- anak kitalah yang lebih lama menjalaninya. 

Mereka sejak lahir sudah terbiasa dengan gadget dan internet, dan ke depan kehidupan di metaverse yang sukses itulah keniscayaan impian anak-anak kita yang sudah tercermin dari permainan online yang sudah mereka mainkan sekarang. 

Begitupula dengan IKN Baru. Apakah kita akan membangun IKN Baru sesuai konsep ideal IKN menurut generasi baby boomers ataupun generasi X? Atau kita mau membangun IKN yang ideal seperti apa yang diinginkan anak-anak generasi Z ataupun generasi Alpha?

Pertanyaan terakhir, "Jadi, masihkan kita ingin membuat Ibu Kota Negara Baru di Dunia Nyata?"

Referensi: breezyscroll.com | cnbc.com | reuters.com | bisnis.tempo.co 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun