Saat itu, makan malam Minke menceritakan kehidupan Jean Marais beserta anaknya May Marais, saat itu saat diperintahkan untuk berperang di Aceh. Saat menyerbu di kawasan Blang Kenjeran saat pagi buta dan sampai pada jam 9 pagi, namun na'as tak ada seorangpun disana, para Kompeni hanya memasuki pelataran rumah dan mengobrak abrik isi rumah, saat Kopral memerintahkan untuk membakarnya orang-orang Aceh malah berdatangan laki-laki dan perempuan bagaikan rombongan semut dengan berpakaian serba hitam sambil melantunkan lafadz Allah... Parang menjadi senjata untuk melawan.Â
Regu Kopral kocar kacir dan melarikan diri, sebagian besar pula banyak tewas yang akhirnya terpaksa meninggalkan kampung Aceh tersebut. Sedangkan Jean Marais saat itu, masih terjebak dan tertancap sebilah bambu runcing yang tembus ke kakinya yang akhirnya pingsan. Sejak saat itulah kaki Jean Marais menjadi pincang karena harus di amputasi terkena gangreen pada perbukuan lututnya. Beberapa bulan lalu, ia kehilangan kekasihnya saat it juga kehilangan kakinya. Cerita berakhir, Nyai Ontosoroh sangat iba mendengar dan ia mengundang agar Jean dan anaknya datang ke rumahnya.
Masyarakat Aceh pandai bermuslihat, merencanakan strategis yang lincah dan berani untuk melawan musuhnya. Apalagi para wanita, sudah terbisa turun ke medan perang melawan para Kompeni dan rela berguguran disamping para pria.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI