Peran orang tua:
- Menetapkan batas waktu penggunaan laptop di rumah.
- Memasang aplikasi pengawasan atau parental control.
- Melibatkan diri dalam aktivitas belajar anak, bukan hanya menyerahkan pada teknologi.Â
Peran guru:
- Mendorong penggunaan laptop untuk tugas-tugas kreatif, bukan hanya mengetik atau mencari jawaban Google.
- Memberi pemahaman tentang etika digital: plagiarisme, hoaks, keamanan data.Memberi proyek berbasis teknologi yang menantang dan bermakna.
Ketimpangan Digital: Saat yang Punya Laptop Salah Gunakan, yang Tak Punya Semakin Tertinggal
Ironisnya, di saat sebagian anak menyalahgunakan laptop, masih banyak anak lain yang belum pernah menyentuh perangkat itu sama sekali. Ketimpangan ini menciptakan jurang digital yang semakin lebar. Anak-anak di kota besar mungkin bisa "bermain-main" dengan teknologi, sementara anak-anak di pelosok masih berjuang hanya untuk mendapat sinyal.
Ketika bantuan laptop salah sasaran atau salah digunakan, maka bukan hanya peluang yang terbuang, tetapi keadilan sosial pun tercabik. Masa depan bangsa tak hanya ditentukan oleh mereka yang belajar dengan giat, tetapi juga oleh sistem yang adil dan tepat sasaran dalam mendistribusikan sumber daya.
Laptop adalah Alat, Bukan Tujuan
Kita perlu mengingatkan semua pihak bahwa laptop hanyalah alat. Ia tidak otomatis mencerdaskan, tidak menjamin kemajuan. Tanpa kurikulum yang relevan, tanpa pelatihan guru, tanpa pengawasan, dan tanpa budaya belajar yang kuat, laptop bisa jadi sekadar kotak kosong.
Kemajuan teknologi harus selalu dibarengi dengan kemajuan karakter. Literasi digital bukan hanya tentang bisa menggunakan perangkat, tetapi juga tentang bisa memilih konten yang sehat, bijak dalam berkomunikasi daring, dan bertanggung jawab terhadap apa yang dibagikan dan dikonsumsi.
Generasi Gadget: Antara Harapan dan Ancaman
Generasi muda kita hari ini adalah generasi gadget. Mereka tumbuh dalam ekosistem digital yang jauh berbeda dari generasi sebelumnya. Di satu sisi, ini memberi mereka peluang luar biasa mereka bisa jadi penulis, pemrogram, desainer, inovator bahkan dari desa sekalipun. Tapi di sisi lain, paparan teknologi yang berlebihan tanpa pengendalian bisa membuat mereka kecanduan, tidak fokus, mudah terpengaruh, dan kehilangan jati diri.
Masa depan anak negeri sesungguhnya bukan dicuri oleh orang asing, tetapi oleh kita sendiri jika membiarkan penyalahgunaan teknologi berlangsung tanpa intervensi. Ketika anak-anak asyik bermain game online selama berjam-jam dengan dalih "belajar daring", padahal tidak ada satupun materi pelajaran yang dibuka, saat itulah waktu belajar yang berharga telah dicuri.
Solusi dan Langkah Nyata
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan sinergi antar pemangku kepentingan: pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat. Beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan: