Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kalimat-Kalimat Ayah

2 Oktober 2023   21:11 Diperbarui: 2 Oktober 2023   21:15 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen  |  Kalimat-Kalimat Ayah

Soetiyastoko

Sungguh, di jelang senja itu beda dengan biasanya, aku tak ingin berdebat dengannya. Kalimat-kalimat ayah kuresapi
Mata-nya mencari keraguan di wajah-ku, di gerak tubuh-ku dan di cara duduk-ku.

Telapak tangannya yang kurus-keriput genggam erat tangan-ku
Dia lanjutkan kalimat-nya,
"Segala sesuatu selain Allah itu hanya permainan bekaka dan itu bersifat penipuan. Mengecoh koridor hidup yang ditetapkan-Nya"

Genggaman tangan-nya terasa dikendurkan. Ku-usap keringat di dahi-nya.

"Abang, anak-ku, ada orang yang tak percaya, ... Ada orang yang saleh, yaitu yang mengembara,
menuju ridho-Nya, berkehendak hanya kepada Allah
Mereka telah mendapat petunjuk, dengan cahaya-penerang kalbu" , nafas-nya terdengar teratur.


"Mereka ber-ibadah, ikuti yang diperintahkan-Nya" ,  ayah terdiam beberapa saat, matanya seperti mencari sesuatu di langit-langit kamar.

"Semua itu, merupakan amalan
untuk bergegas, taqarrub  -mendekat kepada Allah, kamu tahu yang seperti itu 'kan, Bang, ... ?" , kalimat pertanyaan yang tak butuh kujawab. Kuperbaiki posisi bantalnya, dari gerak tubuhnya ayah yang terlentang, ingin memiringkan badannya. Kubantu, telapak tangan kiri-ku kurekatkan ke punggungnya. Kutarik pelan-pelan, hingga menghadap ke kiri. Ke-arah-ku duduk.

"Bang, pindahkan gulingnya ke-sela dengkul ayah, ..." , kuturuti perintahnya, ... Tangannya kembali menggenggam tanganku.

Baca juga: Puisi: Kaktus

" Bang, ... tak banyak yang beruntung punya determinasi kuat terhadap tujuan hidupnya, ... Sibuk urusan kekuasaan dan harta, mereka merasa sudah di jalan yang benar, ... Sedang orang-orang yang benar-benar telah sampai, di haribaan Allah, ..." , nafasnya tersengal setelah terbatuk, .... Lalu diteruskan :

"Mereka ditarik oleh nur-cahaya petunjuk, yang langsung dari Allah, ..." , kuusap lagi keringat di dahi ayah. Terlihat kernyit seperti menyembunyikan rasa sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun