"Sudahlah...pindah klub aja, Bang!".
Saya bukan pemain bola. Saya hanya suporter biasa. Ajakan seperti ini sebenarnya sudah sering saya dengar apalagi setelah tim kebanggaan saya, Arsenal FC, selalu saja nihil gelar sejak Arsenal meraih gelar terakhirnya pada Piala FA tahun 2005. Merespon ajakan itu, saya sebenarnya berpikir mengapa untuk pindah klub sukar sekali dilakukan. Padahal, setiap hari kita membaca berita, banyak pasangan yang dengan mudahnya berpindah ke lain hati. Apakah memang klub sepakbola itu lebih ada di hati dibandingkan pasangan kita? Aneh memang. Hehe.
Sejak awal saya menyukai sepakbola, saat duduk di SMP kelas 1 (tahun 1997), saya memang sudah jatuh hati pada tim yang bermarkas di Emirates Stadium ini. Waktu itu, pemain favorit saya adalah Ian Wright. Dan menjelang umur saya yang ke-27, saya pun masih sangat menyukai tim besutan Arsene Wenger ini. Tidak peduli nihil gelar sudah 6 tahunan, tidak peduli kalah, tidak peduli pemain-pemain andalannya dilepas, saya masih tetap suka dengan tim ini. Saya tidak tahu apa alasannya.
Tentu saja, kesenangan saya kepada Arsenal bukan karena pemainnya. Buktinya, walaupun saya sangat nge-fans dengan Samir Nasri dan Robin van Persie, tapi saat ke-2 pemain tersebut pindah ke klub barunya, masing-masing ke Manchester City dan Manchester United, saya tetap tidak dapat berpindah ke lain hati untuk menyukai tim baru yang dibela pemain favorit saya itu. Yang ada justru saya menjadi tidak menyukai ke-2 pemain tersebut. Sebaliknya, ada pemain yang awalnya saya nggak suka, tetapi begitu bergabung ke Arsenal, saya menjadi suka. Jadi, apa sih yang membuat saya begitu jatuh hati ke tim ini? Hmm...apakah karena kebijakannya? Pelatihnya? Atau justru suka dari namanya saja?
Apa yang saya alami mungkin juga pernah atau sedang dialami oleh teman-teman kompasianer lainnya. Walaupun tim kesayangan kalah beruntun, tapi kita tidak pernah kapok untuk terus memberikan dukungan kita ke tim itu. Walaupun pemain favorit di tim itu sudah hengkang, rasa suka itu tetap tidak bisa hengkang pula.Walaupun prestasi nggak menjanjikan, tetap aja suka.
Begitu kuatnya pengaruh fanatisme dalam sepakbola sehingga tidak sedikit orang-orang yang bersedia mempertaruhkan nyawa saat timnya dihina. Jika sudah di hati, maka sampai matipun akan terus di hati. Itulah sepakbola. Di saat yang sama, seperti yang saya sampaikan di atas, banyak pasangan yang dengan mudah berpindah ke lain hati dan banyak politikus yang dengan gampangnya berpindah partai demi tawaran kekuasaan.
Semakin bingung...!
Semoga bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI