Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Puasa Hanya Meningkatkan Ego (?)

29 Agustus 2010   12:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:37 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_243085" align="alignleft" width="391" caption="Puasa benar-benar akan melahirkan sikap dan pikiran yang benar (Gbr: M. Sampe Edward-Serambinews.com)"][/caption] Sampai detik ketika azan tiba dan secangkir sop buah yang saya beli di pinggir jalan untuk berbuka tadi sore mulai menyentuh bibir. Masih terasa sedikit ganjalan soal sebuah kesepakatan jamak di negeri ini yang entah dari mana bermula, tentang tidak boleh makan dan minum di depan orang berpuasa. Dan dilarang membuka warung makan di siang hari, untuk menghormati orang yang berpuasa. Bertahun-tahun saya tercenung soal ini, dan mencoba untuk tidak banyak bicara soal itu. Sambil mencari-cari dengan jalan paling mungkin terhadap soal yang saya sebut di atas. Apakah benar yang meminta untuk dihormati itu adalah permintaan dari orang yang berpuasa? Apakah harapan untuk warung-warung tidak buka siang hari adalah harapan orang yang berpuasa? Jika iya, saya tidak yakin orang yang berpuasa dan berharap seperti itu adalah orang yang benar-benar berpuasa. Naif, apa pasal sampai hanya karena diri sendiri berpuasa lantas kemudian meminta orang yang mencari rejeki lewat warung makan, lalu meminta ditutup? Sedangkan yang menjadi pemilik warung-warung nasi juga tidak semuanya muslim, dan yang menjadi pelanggan warung tersebut bisa dipastikan orang-orang yang non muslim atau mungkin juga beberapa kaum hawa yang kebetulan sedang datang bulan dan tidak bisa melaksanakan puasa. Atau (lagi), orang yang di KTP-nya bertulis Islam karena sewaktu mengurus KTP di kantor lurah dalam keadaan buru-buru, lalu mengisi saja Islam di formulir permohonan untuk mendapat KTP. Bukan tidak mungkin bukan? Asal Muasal Saya memperhatikan reportase berbagai media tentang petugas dari pemerintahan yang melakukan penggerebekan warung pinggir jalan yang bersikeras membuka tempat usahanya siang hari. Tak ada protes, seolah penggerebekan itu benar-benar permintaan dari orang-orang yang berpuasa yang konon jumlahnya di atas 80 persen. Dan mereka terkadang hanya bisa menatap wajah petugas dengan raut muka memelas, tidak bisa bertindak apa-apa. Meski mungkin di pikirannya sempat berkelebat ingin untuk mengambil kursi di warungnya dan dipukulkan ke kepala petugas tersebut. Tapi mereka tidak melakukannya karena mereka terpaksa keluar dari 'keharusan' tutup warung siang hari, juga karena mungkin tidak memiliki jalan lain untuk mencari rejeki, memberi makan anak dan istri. Apatah lagi, jika nanti memukul kepala petugas tadi membuatnya harus masuk penjara, siapa lagi yang bisa diharapkan untuk peduli pada anak dan istrinya? Tidak ada. Maka petugas-petugas yang menggerebek tempat mereka bisa leluasa bersikap seperti serdadu penjajah yang ingin menguasai tanah-tanah masyarakat yang tidak memiliki kekuatan apa-apa. Kalau diizinkan menuduh, saya akan menuduh semua sikap itu sebagai bentuk egoisme dari orang-orang yang berbangga dengan puasanya. Tetapi puasanya tidak membuat nuraninya lebih jernih dan matanya lebih terang melihat apa yang ada di depan mata secara apa adanya. Karena orang yang berpuasa seingat saya hanya semata-mata mengarahkan pikiran dan hatinya untuk beroleh ridha Tuhan. Puasa tidak pernah disebut-sebut dalam al Quran untuk menutup mata manusia atas kondisi manusia yang sebenarnya. Puasa tidak ditujukan Tuhan untuk membentuk pribadi yang bisa semena-mena menzalimi, karena puasa itu sendiri lebih bertujuan mendekatkan diri pada Tuhan dan kian membuat manusia peduli dengan sesama manusia. Nah, sekarang pemilik warung digerebek hanya karena supaya orang puasa menjadi "manusia terhormat", jika mereka memilih menutup warungnya lalu memilih menjadi copet saja karena 'tidak mengganggu' orang puasa. Atau, mencuri sandal jamaah shalat di mesjid-mesjid. Itukah yang diinginkan orang puasa? Dan, apakah kita inginkan penghormatan dari manusia, atau dari Allah yang sudah perintahkan puasa? Semoga puasa bisa lebih membuat kita menjadi manusia yang sebenarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun