Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ilmu Hitam

6 Juli 2010   17:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:03 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_187250" align="alignright" width="300" caption="Lihatlah cahaya, dan resapi makna cahaya (Gbr: Google images)"][/caption] Tidak melulu dengan asap kemenyan dan rapalan mantera yang diucapkan oleh bibir lelaki bersirih, dengan kotoran gigi yang menyelimuti seluruh alat penguyahnya itu. Pun, tidak juga berhubungan dengan pelajaran anak sekolahan yang ditulis dengan tinta yang berwarna hitam. Ilmu hitam. Sebuah paduan yang sedikit membingungkan saya. Sebab, teringat apakah dalam hal dunia keilmuan mengenal juga warna kulit seperti halnya manusia. Atau mungkin karena demikian misteriusnya ilmu itu sampai kemudian diberikan nama dengan: ilmu hitam. Entahlah. Itu sekadar terkaan saya yang memang tidak memiliki dasar. Bingung itu juga karena teringat wejangan guru saya di satu masa masih menjadi seorang remaja pemakan bangku sekolah (istilah makan bangku sekolah juga saya kutip, karena istilah itu juga pernah membingungkan saya). Iya, wejangan tentang serangkaian penjelasan yang berujung pada: ilmu adalah cahaya. Brol obrol (istilah mengada-ada), saya teringat juga dengan obrolan bersama seorang teman yang tertarik dengan ilmu-ilmu kebatinan, maka dari sejak remaja ia menuntut semua ilmu yang berhubungan dengan kebatinan, sampai ketika ia memiliki anak 2. Selanjutnya teman ini menjelaskan,"Apa yang kudapati dari sana hanyalah kesombongan dan keangkuhan. Betapa, saat ada orang sakit dan saya hanya menyentuh saja sudah membuat orang tersebut sembuh. Sangat terasakan kesombongan itu masuk. Jadi, saat mencoba melihat dengan jernih, apa yang kulakukan hanya ingin menyejajarkan diri dengan Tuhan. Saya terjebak dengan ilmu tersebut." Ujarnya dalam sebuah obrolan sampai pagi tiba. "Tetapi beruntung, Allah perlihatkan kepada saya bahwa hanya Dia saja harusnya yang kita agungkan, bukan mengagungkan diri sendiri. Maka dari sana, walaupun dengan bersusah payah saya mencari semua ilmu itu, sampai saya disebut jagoan. Tetapi saya juga bersedia bersusah payah untuk bisa tanggalkan semua ilmu hitam itu." Nah, ketika teman ini menyebut  ilmu  hitam, saya mencoba melihat kembali deretan warna yang tersimpan di memori saya. Uhm, ilmu itu memiliki warna juga ternyata (kesimpulan yang lagi-lagi saya paksakan). "Sekarang, lihat kembali. Jika kita percaya pada Tuhan, kita tahu, apa saja yang diam dan bergerak, itu semua berada di bawah kuasa Tuhan. Kenapa pula saya sampai tertarik untuk belajar ilmu macam-macam yang sebenarnya tidak penting itu, dan semakin menjauhkan saya dari Tuhan. Ketika saya diberi petunjuk-Nya, kembali saya tersadar, selama ini saya terlalu jauh mencoba-coba. Padahal masih banyak ilmu Tuhan lainnya yang jauh lebih bermanfaat untuk dipelajari dan justru lebih bisa memberikan ketenangan daripada ilmu hitam itu yang membuatku selalu tergoda untuk mencari saingan." Usai mendengar semua obrolan teman ini, dan saya mengikhlaskan diri sebagai pendengar budiman, masih juga kebingungan dengan penamaan ilmu hitam itu. Sebab, dalam hal warna ilmu. Saya masih bersikeras untuk mengiyakan seperti yang disebutkan oleh guru saya dulu, bahwa ilmu adalah cahaya yang hanya akan masuk ke dalam hati, ketika hati itu sudah bersih. Kalah hati itu masih berselemak kotoran, akan sangat rumit untuk cahaya itu masuk. Bicara ilmu hitam. Saya merasa lebih tergoda menujukannya pada orang yang bersusah payah belajar statistik, ilmu keuangan tetapi justru dipergunakan untuk menilep uang negara. Memiliki ilmu kedokteran tetapi malah dipergunakan untuk membantu pezina melakukan aborsi. Memiliki ilmu kepemimpinan, tetapi justru dibuat menjadi lebih jauh sebagai alat untuk menjajah sesama manusia. Memiliki ilmu matematika tetapi tidak pernah membantunya untuk menghitung betapa banyak pemberian Tuhan padanya. Kenal dan kuasai ilmu bahasa, namun sangat jarang dipergunakan menyemangati saudara-saudaranya yang memang dimana-mana banyak yang masih lemah. Ilmu bahasa justru hanya dijadikan alat untuk menjaring pesona dan decak kagum. Untuk yang terakhir ini adalah kecurigaanku pada diri sendiri saja. Nah, semoga saja, tidak ada lagi warna lain dari ilmu selain warna cahaya yang membantu manusia untuk melihat yang benar dan salah. Tidak ada lagi manusia yang rabun melihat bahwa kebenaran itu tidak ada yang hakiki, sebuah pandangan yang membuat kebodohan manusia semakin dalam terpatri. Ilmu hitam itu hanya ilmu yang mengada-ada, justru sebenarnya ia sama sekali bukan ilmu, karena hanya membuat mata buta dalam terjaga dan meraba-raba dalam cahaya. Ilmu yang sebenarnya hanya ilmu yang membantu penglihatan mata batin, mata hati melihat bahwa dalam sekian kebenaran palsu, Tuhan menciptakan satu kebenaran seperti halnya Dia juga hanya Satu.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun