Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan tentang Guru di Masa Orde Baru

25 November 2021   16:27 Diperbarui: 25 November 2021   17:01 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih dari tiga puluh tahun lalu mengawali kehidupan di dunia pendidikan, terlalu banyak pelajaran kudapat. Tak hanya dari dalam kelas demi kelas, tapi juga dari kehidupan guru-guruku sendiri.

Ya, sebagian guruku saat itu bertemperamen keras. Tak segan-segan mereka menghukumi murid-muridnya dengan keras. 

Dari sekadar berdiri di depan kelas, pukulan rotan, dilempari penghapus, hingga ditampar. 

Menakutkan, dan bahkan terkadang terasa mengerikan. Itulah sebagian kesan dan masih mengesankan buatku yang menempuh pendidikan dari dasar hingga kuliah di Aceh 

Buatku sendiri, tak ada yang perlu didramatisasi dari semua pengalaman semacam ini. Kurasa, tak perlu juga menyalahkan para guru yang mendidik dengan keras.

Sebab di masa itu, pemandangan seperti itu bukanlah sesuatu yang luar biasa. Hampir semua pernah mengalaminya.

Dalam kacamata hari ini, dimaklumi jika semua itu terlihat sebagai pemandangan buruk. Tetapi buat yang menjalani pendidikan di masa itu, tidak juga benar-benar buruk.

Sebab pada akhirnya, semua pendidikan yang terasa keras itu menjadi semacam "pelatihan" bagi anak-anak menghadapi hidup yang keras.

Ada perjalanan menuju masa depan yang tak hanya menuntut kemampuan otak bekerja keras. Tapi juga ada tuntutan supaya mental pun cukup kuat menahan tamparan hidup yang jauh lebih kuat dari tamparan guru di ruang kelas.

Ya, dulu sempat muncul rasa sakit hati saat menerima perlakuan seperti itu dari guru sendiri. Apalagi ada satu dua kasus, teman sendiri yang bersalah, kita sendiri ikut kena hajar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun