Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Istriku Kartiniku, Pejuang ASI bagi Sang Buah Hati

21 April 2020   23:08 Diperbarui: 21 April 2020   23:19 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apalagi, terkait menyusui sendiri, baginya menjadi kebanggaan setelah melihat ia masih mampu menyusui si kecil. Sebelumnya sempat ada kecemasan itu, karena di awal kelahiran buah hati kami, sempat tidak keluar susu.  

Ini sempat bikin ia panik dan merasa bersalah. Istri sempat didera perasaan cemas dan bahkan takut kalau-kalau ia takkan bisa menyusui si kecil. Ia berterus terang, jika saja tidak keluar air susu, ia akan dihantui oleh perasaan bersalah.

Dalihnya sederhana. Seorang perempuan, seorang ibu, menurutnya barulah terasa lengkap jika sudah melahirkan dengan selamat, kemudian bisa menyusui sendiri, dan bisa menjaga sendiri si buah hati.

Inilah kenapa berkali-kali saya pribadi mensyukuri sikap sang istri yang nyaris tak peduli soal uang yang sekadar cukup-cukupan di awal kelahiran si kecil, namun sangat peduli pada bagaimana supaya bisa mendampingi anak semaksimal mungkin.

Di sinilah saya sebagai suami, sebagai seorang ayah, mesti mengakui kenapa dalam agama pun perempuan dihormati begitu rupa. Bahkan surga pun disebut-sebut berada di bawah telapak kaki mereka. Ya, saya kira, karena kecintaan mereka jauh lebih tinggi dibandingkan cinta yang dimiliki seorang suami.

Sejujurnya, dulu soal kenapa di agama acap dikatakan surga berada di bawah telapak kaki ibu, terasa membingungkanku. Namun setelah beristri, dan istri menjadi seorang ibu dengan kelahiran anak kami, di sanalah terlihat sekali bagaimana kemuliaan hati seorang istri, seorang ibu.

Dulu, hampir tidak percaya jika seorang ibu takkan membiarkan seekor nyamuk pun hinggap di tubuh anaknya. Namun setelah melihat istri dan anak sendiri, lagi-lagi alam membuat saya percaya, seorang istri punya kepekaan dan perhatian yang mesti saya akui; tidak saya miliki sebagai seorang laki-laki, sebagai seorang suami, dan sebagai seorang ayah.

Itu sudah terasa di awal kelahiran si kecil. Saat ia masih harus menahan sakit setelah melahirkan, istri masih sempat-sempatnya memikirkan bagaimana bisa menyusui si kecil, saat mendapati air susu belum keluar

"Kamu jangan pusingkan itu dulu. Untuk susu, masih ada alternatif kok," saya berusaha menghiburnya saat itu.

Namun upaya saya menghiburnya tak lantas menghapus kegelisahannya yang masih memikirkan apakah akan bisa menyusui si kecil dengan air susunya sendiri atau tidak.

Keinginan istri untuk bisa menyusui sendiri hingga bisa bikin ia lupa dengan rasa sakitnya setelah melahirkan, benar-benar bikin saya hampir tidak percaya. Ya, karena dulu sebelum memiliki anak memang sempat mengira bahwa air susu seorang ibu memang sudah alami ada dan tinggal beri begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun