Di muara Publik, tidak ada kader manapun yang meragukan kader-kader Golkar, militansi, eksistensi dan pergerakannya sangat cepat dan cerdas dalam meraih simpati rakyat.
Sayangnya, kinerja Kader Partai Golkar dengan basis masa yang besar diwilayah pedesaan tersebut tidak dibarengi dengan kinerja yang mulus.
Saat ini, Partai Golkar di hantam badai besar akibat dari ulah kader-kadernya sendiri ketika di beri kepercayaan untuk menjabat, baik menjadi kepala daerah maupun menjadi anggota DPR.
Akhir-akhir ini seperti di ketahui ulah kader Golkar terlalu banyak terkena kasus-kasus korupsi. Dampaknya, kepercayaan masyarakat terhadap Partai menurun, hasil survei nasional menyebutkan elektabilitas Partai menurun drastis.
Berbeda dengan PDI-P yang mengalam peningkatam trend positif karena kepuasan atas kinerja dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang notabnenya adalah kader dari PDI-P.
Ironis sebenarnya seketika Golkar yang berada dalam posisi pengusung pemerintah mendukung Joko Widodo untuk periode saat ini dan selanjutnya, tetapi memberikan citra yang tidak baik dari kader-kadernya.
Ketika yang lain sibuk bekerja untuk kepentingan Masyarakat bangsa dan negara. Oknum-oknum Kader Golkarpun sibuk bekerja untuk kepentingan isi rekeningnya.
Golkar harusnya belajar pada PNI dan PDI-P dalam menjalankan Roda pemerintahan dan mencari kepercayaan kepada masyarakat.
Saat ini, Golkar tidak memiliki kader yang menjadi Icon yang menjadi Pemersatu seperti PDIP dan PNI. Ketika PNI memiliki sosok besar seperti Ir. Soekarno (Bung Karno) yang menjadi panutan, sementara PDIP memiliki sosok Joko Widodo. Pertanyaanya, Golkar memiliki kader potensial siapa yang menjadi Panutan?
Di tingkat nasional, yang menjadi perhatian seluruh masyarakat Indonesia, golkar tidak memiliki sosok panutan tersebut?
Kita lihat dalam perjalanan karir Politik Joko Widodo. Saat menjadi Walikota, Gubernur DKI Jakarta sampai dengan Presiden Republik Indonesia, Jokowi dan PDIP tidak bisa lepas. Keduanya lekat dan sejalan dalam menjalankan visi politik.