Contoh: pengadaan perangkat teknologi massal (sekolah, infrastruktur digital) yang diluncurkan serentak di daerah-daerah dengan tingkat kesiapan yang sangat berbeda. Ketidakmerataan infrastruktur internet, kurangnya pelatihan SDM lokal, dan kondisi geografis disamping regulasi lokal yang tidak mendukung bisa membuat proyek menjadi mubazir atau bahkan menjadi beban keuangan negara.
Bila perusahaan atau birokrat yang mengelola proyek tersebut bukan ahli di bidang teknologi, logistik, atau infrastruktur, maka risiko kegagalan menjadi jauh lebih tinggi.
3. Korupsi dan Disfungsi Lembaga
-
Ketika urusan publik diserahkan kepada orang yang "bukan ahlinya", seringkali pengamanan sistem pengawasan dan pengendalian internal juga lemah. Hal ini membuka celah eksploitasi, kolusi, dan nepotisme.
Data KPK menunjukkan pejabat eselon dan koneksi pribadi sering terlibat dalam kasus korupsi (pengadaan, proyek, alokasi anggaran).
Akibatnya, kepercayaan publik terhadap institusi negara turun drastis.
4. Dampak Sosial dan Politik: Krisis Kepercayaan & Polarisasi
Warga akan merasakan bahwa negara tidak mampu menjalankan fungsi dasarnya secara adil dan profesional---dari pelayanan publik hingga penegakan hukum.
Kekecewaan itu bisa memicu polarisasi, kemarahan publik, bahkan rusaknya legitimasi politik. Bila legitimasi runtuh, demokrasi bisa goyah.
Inilah "kehancuran" dalam skala sosial-politik: negara berjalan tak sehat, kepentingan publik diabaikan, konflik internal menguat.
Mengaitkan Hadis dan Data: Kritik Keras kepada Pemerintah