Mohon tunggu...
Sodik Permana
Sodik Permana Mohon Tunggu... Wiraswasta - JnT Cargo

Penikmat filsafat dan penulis pemula yang senantiasa berusaha konsisten dalam belajar sesuatu yang belum terfahami.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Paradigma Sosial, Implementasi Tridharma Perguruan Tinggi?

20 September 2022   16:23 Diperbarui: 20 September 2022   16:34 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Elia Yunita Sari 

Fakultas merupakan salah satu klasifikasi ilmu pengetahuan atau penggolongan disiplin ilmu yang teradministrasikan merupakan salah satu upaya menciptakan cendikia dengan keahlian khusus atau dalam bidang tertentu. Banyak makna yang bisa kita jumpai mengenai sistem fakultas ini, entah merupakan upaya klasifikasi atau kekhususan dalam bidang ilmu pengetahuan atau kemudahan dalam mengatur pola pendidikan di perguruan tinggi atau hal lainya, istilah fakultas disematkan pada perguruan tinggi yang kemudian kita kenal universitas dengan arti bahwa universitas adalah insitusi pendidikan tinggi yang memberikan gelar akademis diberbagai bidang. Sederhananya fakultas merupakan pembagian secara administratif berdasarkan ilmu yang diajarkan disuatu universitas,untuk mempermudah berjalannya proses pengajaran ilmu tertentu. 

Tidak menjadi suatu persoalan bahkan halangan ketika pemahaman dharma ini kita fahami secara universal, tolak-ukurnya adalah menjadikan setiap pengajaran dari bidang atau fakultas tertentu sebagai bahan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Pemupukan disiplin ilmu dengan tanpa menghindarkan kewajiban mahasiswa, dosen dan pihak lainya sebagai bagian dari perguruan tinggi, artinya setiap fakultas memiliki kewajiban yang sama untuk merealisasikan dharma tersebut. Malah justru ini menjadi suatu potensi, paradigma bahwa setiap pendidikan meniscayakan perubahan sikap individu kepada arah yang lebih baik merupakan potensi besar ketika termanifestasi secara menyeluruh (seluruh fakultas). 

Kita berandai-andai, bayangkan jika seluruh elemen perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan dan pengajaran melakukan tradisi intelektual seperti kajian akademis untuk setiap persoalan sosial dan persoalan lainya yang ada, pengimplementasian pendidikan dan penelitian mahasiswa kepada setiap isu yang ada sebagai pengabdian nyata, sepertinya akan indah dan sejahtera negeri ini. 

Mungkin kita anggap bahwa itu masihlah sebagai angan-angan yang banyak mendapati serangan atau halangan dalam pewujudannya, istilah yang sering kita dengar 'negeri ini tidak kekurangan oang pintar (terpelajar) tapi kekurangan orang jujur' saya kira merupakan suatu paradigma yang terbentuk ketika motivasi pendidikan kita tergiring dengan atau hanya kepada fragmatisme belaka, anggapan pendidikan untuk mendapat suatu aktivitas transaksional yang lebih baik, anggapan pendidikan untuk mendapat status sosial, dan bermacam anggapan lainnya. Seperti suatu kesalah-fahaman terhadap hakikat pendidikan itu sendiri yang kemudian di ulang-ulang sehingga menjadi suatu kebenaran atas paradigma tersebut, menusuk sanu-bari setiap orang ketika berada dalam sistem pendidikan atau perguruan tinggi sehingga dalam benak hanyalah fragmatisme sebagai tujuan utama. Lokus implementasi dharma ini adalah dengan memberikan perhatian pada setiap fakultas ketika unsur didalamnya menjaga tradisi intelektual membahas persoalan sosial sebagai solusi bersama dan praktik analisis sosial secara langsung kepada masyarakat sekitar karena harapan masyarakat dalam persoalan sosial, politik dan sebagainya adalah mahasiswa. 

Kata perubahan sikap mestinya harus kita garis bawahi, berkenaan dengan moral seseorang bahwa pendidikan memiliki tanggung-jawab penuh terhadapnya. Karena salah satu sebab hancurnya suatu bangsa karena adanya degradasi moral, kita mengetahui dalam sejarah bahwa perkembangan manusia salah satunya ditandai dengan semakin baiknya moral suatu bangsa sehingga jika hari ini hal tersebut (moral) bukan lagi suatu tolak-ukur motivasi pendidikan kita maka bisa dikatakan kita mengalami kemunduran zaman. 

Saya kira harus ada suatu keputusan tekstual ataupun kontekstualnya mengenai penekanan motivasi pendidikan yaitu mengarah pada perubahan sikap yang seharusnya, menanamkan paradigma baru bahwa pendidikan bukanlah sebagai ajang bergengsi dalam peraihan pekerjaan atau status sosial tertentu melainkan untuk memberikan dampak positif kepada masyarakat. 

Bisa saja dengan adanya dosen yang memberikan pengajaran kepada mahasiswa untuk analisis sosial berdasarkan kefakultasannya, adanya dosen yang memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk membahas dan menyelesaikan persoalan sosial-politik yang ada, upaya pencerdasan masyarakat secara berkelanjutan bukan hanya tugas formalitas semacam KKN, jika terdapat suatu dorongan khusus kepada mahasiswa maka akan menimbulkan kebiasaan yang baik sehingga terwujudnya masyarakat adil dan makmur itu bukan menjadi angan-angan belaka. Masyarakat sebenarnya memiliki harapan kepada mahasiswa dalam setiap persoalan, menjadikan mahasiswa sebagai elemen penguat dalam penyelesaian masalah, menjadikan mahasiswa sebagai orang yang mewakilinya (masyarakat) yang kita sebut aspirasi, dan menjadikan mahasiswa sebagai golongan yang mampu membawa peradaban serta perubahan (yang lebih baik).

Persoalan sosial adalah berbicara moral individu terhadap individu lainya, sebagian dari tugas mahasiswa adalah sebagai penjaga moral dalam bermasyarakat, mahasiswa yang sejatinya memiliki keharusan bermoral tinggi menjadi suatu angan-angan yang sulit digapai. Apabila tradisi intelektual tidak bisa terlaksana oleh seluruh unsur perguruan tinggi maka tradisi ini harus tetap kita jaga, kesadaran kita sebagai kaum muda yang pernah menempuh pendidikan di perguruan tinggi ataupun tidak  (SD,MI, MTs, SMP, SMA, Aliyah, dll) harus memiliki perubahan sikap (bermoral). Ruang diskusi harus sering kita lakukan dalam membahas persoalan yang ada di masyarakat, sebagai bangsa yang mencintai negerinya. Sikap acuh-tak-acuh seperti yang disebutkan sebelumnya merupakan suatu paradigma berbahaya, terbentuk dengan berbagai impresi, atau bisa saja hanya sekedar sikap normal karena anggapan tidak adanya kepentingan lebih terhadap persoalan yang ada, hal tersebut akan selalu ada dengan asumsi kita bahwa mereka begitu karena suatu urgensi bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk bertahan hidup dan sulit untuk memikirkan persoalan yang ada, namun dengan menjaga tradisi intelektual akan memberikan dampak berangsur dalam memperbaiki sistem masyarakat kita. Momentum bonus demografi yang akan kita alami merupakan potensi karena usia ideal akan mendominasi diberbagai lini, tentunya momentum tersebut harus kita sambut dengan mempersiapkan diri kita sebagai aktor dalam bonus demografi tersebut. Sekali lagi kita berandai-andai apabila semua dari kita bersikap bodo-amat dalam perhelatan sosial, politik dan ekonomi, apa yang akan terjadi ?

Langkah terbaik ketika kita membicarakan sosial, politik, ekonomi dan lainya dengan berbagai unsur masyarakat (mahasiswa, pemuda, cendikia, dan ulama) adalah benteng pertahanan dalam keutuhan bangsa dan negara dalam lingkup kecil yaitu masyarakat desa bahkan dusun.

Tulisan ini hanya sekedar beberapa curahan apa yang pernah dan sedang dialami oleh saya, apabila ada kesalahan dalam tulisan maka mohon koreksinya. Semoga bermanfaat.

-Salam Literasi-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun