Kedua, empati menjadi dasar etis dalam memahami manusia ekonomi. Memahami laporan keuangan bukan hanya membaca data, tetapi juga berusaha masuk ke pengalaman batin orang-orang yang terlibat di baliknya. Seorang akuntan yang berempati akan mempertimbangkan dampak keputusannya terhadap karyawan, masyarakat, dan lingkungan. Auditor yang berempati tidak hanya memeriksa kepatuhan formal, tetapi juga memahami tekanan moral di balik praktik akuntansi yang diperiksa.
Ketiga, moralitas adalah hasil akhir dari pemahaman hermeneutik. Angka-angka akuntansi dianggap sebagai simbol moral yang menuntut interpretasi etis. Laba dapat dibaca sebagai keseimbangan antara hak dan kewajiban; pajak sebagai bentuk solidaritas sosial; dan laporan keuangan sebagai perwujudan tanggung jawab. Dengan demikian, praktik akuntansi menjadi sarana moral untuk membangun kepercayaan, kejujuran, dan keseimbangan dalam kehidupan ekonomi.
Melalui tiga dimensi tersebut, hermeneutik akuntansi mengubah peran peneliti dan praktisi. Mereka tidak lagi bertindak sebagai pengamat netral, melainkan sebagai penafsir yang ikut terlibat dalam proses makna. Akuntansi menjadi kegiatan dialogis, di mana setiap angka berbicara tentang nilai, tanggung jawab, dan kehidupan manusia itu sendiri.
Implementasi Pendekatan Hermeneutik dalam Perusahaan Modern
Pendekatan hermeneutik bukan hanya gagasan filosofis abstrak, tetapi dapat diterapkan secara nyata dalam praktik akuntansi dan manajemen perusahaan. Implementasinya tampak dalam cara perusahaan memahami dan menafsirkan makna di balik pelaporan keuangan, tanggung jawab sosial, serta interaksi dengan pemangku kepentingan.
Berikut adalah beberapa contoh konkret dari perusahaan yang telah menerapkan prinsip-prinsip hermeneutik secara tidak langsung, baik dalam konteks global maupun di Indonesia.
1. Unilever: Menafsir Laba sebagai Keberlanjutan Sosial
Unilever, perusahaan multinasional asal Inggris-Belanda, merupakan contoh kuat dari penerapan pendekatan hermeneutik dalam konteks akuntansi dan pelaporan. Dalam Sustainable Living Plan-nya, Unilever tidak hanya melaporkan angka keuntungan finansial, tetapi juga mengungkapkan makna sosial di balik kegiatan bisnisnya.
Unilever menafsir laba bukan sekadar hasil finansial, melainkan simbol keberhasilan dalam menciptakan nilai sosial. Mereka memasukkan indikator keberlanjutan seperti kesejahteraan masyarakat, pelestarian lingkungan, dan pengurangan limbah ke dalam laporan kinerjanya.