Mohon tunggu...
SNF FEBUI
SNF FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Badan Semi Otonom di FEB UI

Founded in 1979, Sekolah Non Formal FEB UI (SNF FEB UI) is a non-profit organization contributing towards children's education, based in Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia. One of our main activities is giving additional lessons for 5th-grade students, from various elementary schools located near Universitas Indonesia. _________________________________________________________ LINE: @snf.febui _________________________________________________________ Instagram: @snf.febui ____________________________________________________ Twitter: @snf_febui _______________________________________________________ Facebook: SNF FEB UI ____________________________________________________ Youtube: Sekolah Non Formal FEB UI ______________________________________________________ Website: snf-febui.com ______________________________________________________ SNF FEB UI 2020-2021 | Learning, Humanism, Family, Enthusiasm | #SNFWeCare

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Indonesia Darurat Literasi?

5 Oktober 2020   17:52 Diperbarui: 28 Mei 2021   12:33 2500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alizah Nurahma Naslim

Rendahnya tingkat literasi menyebabkan Indonesia berada dalam kondisi krisis membaca. Berdasarkan riset yang dilakukan UNESCO, yaitu World’s Most Literate Nation pada tahun 2016 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara [1]. 

Hal tersebut berpengaruh buruk untuk kondisi sumber daya manusia kedepannya. Karena maju atau tidaknya suatu negara terlihat dari sumber daya manusianya. Indonesia pun harus segera memberantas permasalahan literasi atau minat baca.

Pada tahun 2019, Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) melakukan riset terkait Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca). Aktivitas literasi terdiri dari beberapa faktor diantaranya adalah kecakapan, akses, alternatif, dan budaya. Kategori dari Indeks Alibaca ada lima, yaitu sangat rendah (0-20,00), rendah (20,01-40,00), sedang (40,01-60,00), tinggi (60,01-80,00) dan sangat tinggi (80,01-100) [2].

Provinsi dengan nilai tertinggi adalah DKI Jakarta (58,16). Setelah itu disusul oleh Yogyakarta (56,2), Kepulauan Riau (54,76), Kalimantan Timur (46,01), dan Bali (44,58). Sebagai provinsi dengan indeks tertinggi, tingkat literasi di DKI Jakarta masih tergolong sedang. Selain itu, 24 provinsi lainnya memiliki tingkat literasi yang tergolong rendah dan satu provinsi tergolong sangat rendah, yaitu Papua (19,9). Rerata Indeks Alibaca nasional berada di angka 37,32% yang masih tergolong rendah [3].

Baca juga: Kampung Literasi, Wujudkan Geliat Minat Baca Berbasis Kawasan dan Inklusi Sosial

Riset-riset yang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan tingkat literasi rendah merupakan suatu tanda bagi Indonesia untuk segera memberantas masalah tersebut. Lantas, seberapa pentingkah literasi? Apa penyebab dari rendahnya literasi di Indonesia? Dan bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut?

Pentingnya Literasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), literasi diartikan sebagai kemampuan menulis, membaca, serta kemampuan dalam mengelola suatu informasi. Literasi sangatlah penting untuk membantu individu dalam menginterpretasikan suatu informasi atau data. Karena literasi juga merupakan salah satu indikator untuk menentukan kesuksesan generasi muda seperti dalam mengelola informasi pengetahuan dan teknologi baik secara lokal maupun global. 

Generasi muda yang memiliki kemampuan literasi rendah menjadi salah satu permasalahan dalam menciptakan SDM yang unggul. Kualitas SDM yang unggul dapat terlihat dari kemampuan individu dalam memahami serta mengembangkan informasi yang sudah ada. Maka dari itu, budaya literasi harus ditingkatkan untuk menciptakan SDM yang berkualitas.

Penyebab Rendahnya Tingkat Literasi

Rendahnya tingkat literasi masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, kurangnya akses untuk membaca, terutama di daerah terpencil. Menurut Lukman Solihin, peneliti di Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Balitbang Kemendikbud, terdapat empat dimensi dalam literasi, yaitu kecakapan, akses, alternatif, dan kebudayaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun