Mohon tunggu...
Sarah Naura Irbah
Sarah Naura Irbah Mohon Tunggu... Dokter - FKUI 2014

In-Memory Processing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Luka Tusuk Kehidupan

20 Februari 2020   17:23 Diperbarui: 20 Februari 2020   17:26 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sakit. Begitu sakit rasanya jika permasalahan dan cobaan hidup kian menghampiri. Permasalahan dan cobaan tentu dapat beragam contohnya, seperti cobaan mental, fisik, batin, finansial, maupun sosial. Beragam jenis permasalahan dan cobaan tersebut tentu menggoreskan luka yang mendalam bagi siapapun yang menerimanya. Sekarang, bagaimana jikalau permasalahan dan cobaan tersebut kita anggap sebagai luka secara terminologi harfiah? 

Permasalahan dan cobaan sosial contohnya. Karena aspek problematika tersebut sering menjangkit pada hampir setiap individu, mari kita analogikan permasalahan mengenai hubungan antarmanusia termasuk entitasnya sebuah luka tusuk yang amat pedih nan perih. 

Selanjutnya kita analogikan bahwa proses penyelesaian masalah untuk mencapai solusi dan resolusi dapat diibaratkan dengan membersihkan dan menjahit luka tusuk tersebut. Uraian yang akan saya paparkan merupakan merupakan fenomena yang kerap terjadi di sekeliling saya berdasarkan observasi subjektif serta pengalaman empiris.

Luka Tusuk yang Dipaksa Ditutup
Luka tusuk kehidupan jenis ini merupakan jenis proses yang paling saya temukan di society kita. Seperti yang kita ketahui, luka tusuk bersifat tidak steril. Sangat mungkin pada luka tersebut terdapat butir pasir, mikroorganisme, zat-zat kimia, serta kotoran dari benda tajam yang digunakan sebagai alat tusuk. Luka tersebut sangat kotor, pedih, dan perih. Individu yang mengalami luka tusuk kehidupan pertama kalinya tentu tidak akan tahan dengan gejolak rasa sakit yang dialaminya. 

Sudah barang tentu kita ketahui juga bahwa luka tersebut haruslah dibersihkan sebelum ditutup rapat dengan jahitan. Namun apa yang terjadi pada society kita jika mengalami luka tusuk? Kebanyakan dari mereka memilih untuk memaksa menutup lukanya tanpa dibersihkan terlebih dahulu. Mereka memilih untuk cepat-cepat menutup lukanya agar berhenti berdarah, agar tidak lagi mengalami pedih dan perih, dan terutama, mereka tidak ingin mengingat buruknya memori dari luka tusuk kehidupan itu lagi. 

Mereka lebih memilih untuk menjahit dengan rapat luka tersebut dengan meninggalkan sisa kotoran, butiran pasir, kuman, dan berbagai macam hal buruk di bawah luka tersebut. Apa yang akan terjadi pada luka demikian? Apa yang terjadi pada luka kehidupan yang seperti itu? Tak lama kemudian luka tersebut tentu akan berkembang menjadi infeksi lokal yang berkembang ke bagian sekitarnya...dimana hal tersebut justru semakin menambah rasa sakit dan perih. 

Luka tersebut akan mencederai struktur anatomi penting di sekitarnya...mungkin termasuk saraf dan pembuluh darah, yang bila cedera maka akan berakibat fatal berupa disfungsi dari bagian tubuh area luka tersebut. Hanya karena sebuah luka yang dipaksa ditutup...hanya karena tidak ingin mengalami kesedihan berlarut...justru society ini melahirkan luka yang lebih dalam dari sebelumnya...Mereka cenderung untuk menutup permasalahan yang ada dengan "terpaksa" melupakannya dan tidak melihatnya kembali. 

Mereka tidak peduli bahwa permasalahan yang ditutup tanpa proses penyelesaian justru akan menyisakan memori yang menyakitkan...dan akan terus terasa sakit ketika teringat oleh pelaku yang menggoreskan luka tusuk tersebut. Kiranya begitulah hubungan antarmanusia yang enggan menyelesaikan problematikanya dan justru menjahitnya dengan rapat, tanpa berpikir dampak yang ia perbuat di masa depan justru akan semakin menyakiti dirinya sendiri. Kiranya dijadikan sebuah refleksi, mengapa society kita cenderung memilih opsi ini ketika mendapati luka tusuk kehidupan?

Luka Tusuk yang Layak Ditutup
Fenomena ini sangat jarang saya temukan di lingkungan sosial, karena inilah proses kehidupan yang paling berat. Tentu kita mengetahui bahwa membersihkan luka, terlebih luka tusuk yang dalam, merupakan pengalaman pahit yang sangat menyayat perasaan. Membersihkan luka dari mulai mengguyur dengan cairan fisiologis, mengoleskan dengan antiseptik, mengambil beberapa benda berbahaya seperti butir pasir maupun pecahan benda lain, menggunting jaringan yang sudah mati, dan sebagainya....tentu rangkaian proses tersebut merupakan proses yang menyakitkan. 

Namun jikalau society ini dapat berpikir jauh ke depan, maka akan lahir pemikiran bahwa luka tersebut sudah bersih dan layak untuk ditutup sehingga tidak akan menimbulkan rasa sakit dan infeksi di kemudian hari. Jika lebih bersikap open minded dan lebih menerima, tentu society ini akan rela menghadapi seluruh rasa sakit ketika luka tersebut dibersihkan, rela menerima proses yang tidak mengenakkan memori demi kebaikan, dengan kata singkat bahwa society ini akan rela menjalani seluruh proses yang memang tidak berkenan di hati namun untuk mencapai solusi dan resolusi bersama...yang kemudian luka tersebut menjadi bersih, steril, layak untuk dijahit, dan bahkan tidak akan menimbulkan bekas yang terlihat di masa depan. 

Mengapa society kita merasa berat untuk melakukan hal ini? mengapa sangat sedikit individu yang rela menyelami seluruh rasa pedih dan perih ini untuk mengclearkan seluruh permasalahan yang ada? Mengapa mereka tidak saling menerima ketika lukanya akan dibersihkan? Apakah mereka sadar bahwasannya dengan membersihkan luka tersebut, kendati tentu pedih dan perih, sejatinya mereka telah saling melakukan introspeksi satu sama lain dan mempoint out kesalahan pihak oposisi, kemudian menyadari peran dan posisi masing-masing dan justru berkeyakinan tidak ada bekas luka yang tersisa? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun