Mohon tunggu...
Sari Novita
Sari Novita Mohon Tunggu... profesional -

"Petiklah Hari dan Jadilah Terang"-\r\n\r\nBlog: www.sarinovitamenulis.wordpress.com dan \r\n www.kapeta.org\r\n\r\n Follow Twitter: @Chalinop & @YayasanKapeta\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Prosa; "Air Mata"

1 Mei 2011   09:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:12 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

I

Menit menit menguasai waktu

Tumpah memercik pelan-pelan

Tak lama, air naik..air naik..air naik

Pecah!

*

Kemana ia kan mengalir?

Ke jalan-jalan penuh ingatan?

Ke penampakan wajah-wajah?

Ke musim berganti tak setia?

Ke museum bersejarah?

Atau berkelana menembus terowong?

*

Yang mana? Sebut saja namanya..

Lengkingkan sekuat pita suaramu

Tenang masih ada tenaga cadangan di sana

*

Ya, di sini sudah lihat semua air matamu

Di pipi basah tapi mudah kering

Anehnya air mata selalu datang dan selalu kembali mengering

Mungkin kau manusia bodoh…Atau sudah sepantasnya mencintai air mata..?!

II

“Aku mohon pinjamkan air matamu”

“Tidak Sulastri. Air mata ini sulit diseka dan memakan waktu”

“Itu yang ku butuhkan. Bantu aku! Aku sudah seratus hari tidak tidur-tidur”

“Begitukah? Mengapa Sulastri?”

“Bila aku banjir air mata, aku akan kelelahan merapikan serpihan-serpihannya. Jika aku lelah, maka aku akan tertidur lelap”

“Tidur terlelap dan kembali bangun mengurai air mata?”

“Jangan kau risau, apabila sudah tepat waktunya, aku menepati janji untuk mengembalikan kepadamu. Dan kau akan bersuka cita karena mengunakan air mata bekasku. Air mata yang penuh rasa gulali. Manis dan tidak asin!”

“Apa jaminanmu, Sulastri?”

“Album usang ini. Album berharga tinggi bila dijual dan hanya di beli oleh Toko Loak-barang antik.”

III

“Mei, jemput aku Mei,” pinta air mata.

“Apakah kau telah buang semua tanggal, bulan dan tahun di kalender?” tanya Mei.

“Sudah Mei. Semuanya sudah bersih. Nih, kalau kau tidak percaya, cium saja kedua pipiku,” jawab air mata.

“Hemm, tidak perlu, karena wangi di wajahmu telah meraja lela di udara. Harum..Harum sekali!” puji Mei.

"Bagaimana jika kau berganti nama?" usul Mei.

"Tidak. Aku tidak mau. Sebabnya Air mata tak hanya bernama kesedihan, tapi juga ada nama kebahagiaan," tegas Air mata

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun