I
Menit menit menguasai waktu
Tumpah memercik pelan-pelan
Tak lama, air naik..air naik..air naik
Pecah!
*
Kemana ia kan mengalir?
Ke jalan-jalan penuh ingatan?
Ke penampakan wajah-wajah?
Ke musim berganti tak setia?
Ke museum bersejarah?
Atau berkelana menembus terowong?
*
Yang mana? Sebut saja namanya..
Lengkingkan sekuat pita suaramu
Tenang masih ada tenaga cadangan di sana
*
Ya, di sini sudah lihat semua air matamu
Di pipi basah tapi mudah kering
Anehnya air mata selalu datang dan selalu kembali mengering
Mungkin kau manusia bodoh…Atau sudah sepantasnya mencintai air mata..?!
II
“Aku mohon pinjamkan air matamu”
“Tidak Sulastri. Air mata ini sulit diseka dan memakan waktu”
“Itu yang ku butuhkan. Bantu aku! Aku sudah seratus hari tidak tidur-tidur”
“Begitukah? Mengapa Sulastri?”
“Bila aku banjir air mata, aku akan kelelahan merapikan serpihan-serpihannya. Jika aku lelah, maka aku akan tertidur lelap”
“Tidur terlelap dan kembali bangun mengurai air mata?”
“Jangan kau risau, apabila sudah tepat waktunya, aku menepati janji untuk mengembalikan kepadamu. Dan kau akan bersuka cita karena mengunakan air mata bekasku. Air mata yang penuh rasa gulali. Manis dan tidak asin!”
“Apa jaminanmu, Sulastri?”
“Album usang ini. Album berharga tinggi bila dijual dan hanya di beli oleh Toko Loak-barang antik.”
III
“Mei, jemput aku Mei,” pinta air mata.
“Apakah kau telah buang semua tanggal, bulan dan tahun di kalender?” tanya Mei.
“Sudah Mei. Semuanya sudah bersih. Nih, kalau kau tidak percaya, cium saja kedua pipiku,” jawab air mata.
“Hemm, tidak perlu, karena wangi di wajahmu telah meraja lela di udara. Harum..Harum sekali!” puji Mei.
"Bagaimana jika kau berganti nama?" usul Mei.
"Tidak. Aku tidak mau. Sebabnya Air mata tak hanya bernama kesedihan, tapi juga ada nama kebahagiaan," tegas Air mata