Mohon tunggu...
Sahrul Mufida
Sahrul Mufida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Jember program studi S1 Ilmu Hub Internasional

..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Untung Bagi Negara Maju, Buntung bagi Negara Berkembang: Analisis Free Trade dalam Globalisasi Ekonomi Politik

29 Maret 2023   05:03 Diperbarui: 29 Maret 2023   05:06 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Era globalisasi pada abad 20 memberikan dampak kemudahan bagi manusia dalam melakukan banyak hal. Setiap sektor kehidupan terpengaruh oleh arus globalisasi. Bukan hanya sektor informasi saja yang merasakan globalisasi. Sektor ekonomi juga terdampak oleh globalisasi.

Globalisasi merupakan arus revolusi yang menuntut manusia untuk bekerja se-efisien mungkin. Memudahkan segala kegiatan kehidupan. Hal ini terjadi pada sektor perekonomian negara dan dunia. Free Trade atau perdagangan bebas merupakan salah satu bentuk adanya globalisasi pada sektor ekonomi politik global.

"Free Trade" merupakan sebuah sistem perdagangan yang berlaku di lingkup internasional. Adanya kebijakan free trade memberikan kemudahan bagi tiap negara untuk melakukan ekspor-impor tanpa memikirkan pajak, pembatasan kuota, dan tidak ada perilaku diskriminatif terhadap barang yang diekspor. Agar bisa merasakan free trade, negara harus memiliki perjanjian free trade dengan negara-negara tujuan ekspor dan impor. Perjanjian free trade dibuat agar proses perdagangan barang, jasa, dan investasi dapat saling menguntungkan pihak-pihak yang melakukan perjanjian.

Apakah hanya untung yang didapatkan negara ketika memberlakukan free trade?

Memiliki kesan menndapatkan untung besar, pada realita nya kebijakan free trade dapat membuat suatu negara menyesal mengikuti kebijakan ini.

Free Trade terdeteksi sebagai sistem yang demokratis namun kenyataannya bersifat kapitalis pula. Dilihat dari tujuan adanya free trade, yakni untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya merupakan ciri khas kapitalisme [1]. Perlu diingat, sistem kapitalisme adalah sistem yang membuat aktor yang kaya semakin kaya dan aktor miskin tetap miskin. 

Dalam hal negara, negara maju akan meraup keuntungan sebesar-besarnya dan negara berkembang bisa jadi mendapat keuntungan minimum. Hal tersebut dapat terjadi karena ada potensi negara maju akan mengeksploitasi negara berkembang.

Salah satu contoh kasusnya adalah hasil hubungan free trade Indonesia dengan negara-negara lain. Indonesia memiliki kurang lebih 18 perjanjian free trade (FTA) dengan negara lain. Indonesia memiliki FTA bersama negara-negara ASEAN, Asia Timur (China, Hongkong, Korea Selatan, dan Jepang), India, Australia, New Zealend, Pakistan, Chile, Mozambik, EFTA bersama dengan Eropa, dan masih banyak lagi [2]. Melalui perjanjian dengan negara-negara tersebut pastinya Indonesia membuat kebijakan perdagangan internasional yang akan menguntungkan negaranya.

Kapitalisme dari free trade terjadi dan terasa di Indonesia. Indonesia merupakan negera berkembang yang beberapa FTA nya menjalin kerjasama dengen developed country, seperti China, Jepang, Eropa, Singapura, Kore Selatan, Australia, dsb. Jika ditelaah kembali dari segi perdagangan barang, jasa, dan investasi terdapat ketimpangan antara Indonesia sebagai negara berkembang dengan para developed contry tersebut. Contoh dari perdagangan barang. Indonesia mengekspor bahan mineral ke China (Nikel, Bauksit, dan Tembaga).

Bahan tersebut merupakan bahan tambang yang memiliki manfaat besar dalam perkembanangan energi listrik. Diekspor ke China bentuk bahan mentah dengan harga bahan mentah. Saat sampai di China, bahan mentah tersebut diolah oleh China hingga menjadi alat pakai yang value added nya sangat besar. China bisa memproduksi alat pakai, karena China merupakan negara maju dengan peradaban teknologi yang maju serta kekayaan berlimpah. 

Produksi barang-barang yang berasal dari China diekspor kembali ke Indonesia dengan harga yang jauh lebih mahal dibandingkan Indonesia yang meng-ekspor bahan mentah ke China. Padahal komponen dari alat pakai produksi China hampir sebagian besar berasal dari Indonesia.

Contoh lainnya mengenai persaingan perdagangan barang antara Indonesia dengan Jepang. Jepang memiliki industri teknologi serta transportasi yang kualitasnya jauh di Indonesia. Jepang mengekspor transportasinya ke Indonesia untuk memenuhi permintaan masyarakat Indonesia, maka dari itu mayoritas transportasi di Indonesia berasal dari Jepang. 

Namun di Jepang apakah terlihat secara jelas, barang asal Indonesia digunakan secara massive di Jepang. Tidak ada. Pada akhirnya Jepang mendapatkan penghasilan tinggi dari perdagangan transportasi serta teknologinya di Indonesia, sedang Indonesia tidak mendapat apa-apa dari Jepang karena kualitas barang Indonesia tidak sebanding dengan Jepang.

Kesimpulan contoh tersebut memperlihatkan bagaimana kapitalisme mendominasi Free Trade. Indonesia sebagai negara berkembang harus membayar lebih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dari segi teknologi karena Indonesia tidak memiliki teknologi pakai. Padahal mungkin sebagian besar bahan produksi mereka berasal dari Indonesia. Namun Indonesia secara pasrah menerima barang yang sangat mahal harganya karena tidak memiliki teknologi tinggi yang digunakan memproduksi alat pakai. 

Kapitalisme tentang ketimpangan antara negara maju dengan negara berkembang, seperti pemilik alat dengan buruh. Semakin lama hal tersebut terjadi maka potensi yang akan terjadi adalah, negara berkembang atau negara miskin mengalami penurunan hasil perdagangan karena kalah saing deng perdagangan negara maju yang kualitasnya jauh lebih baik dan harganya jauh lebih mahal. Inilah potensi bahaya Free Trade, "Untung bagi negara maju, dan Buntung bagi negara berkembang".

SUMBER :

[1] Dua,Mikhael. Globalisasi Ekonomi, Budaya Kapitalis, dan Demokrasi. Diakses pada 28 Maret 2023

[2] FTA Center, Kemendag. 09 Maret 2023. Sekilas tentang FTA. Diakses pada 28 Maret 2023.

Widyasanti, Amalia Adininggar. Perdagangan Bebas Regional dan Daya Saing Ekspor : Kasus Indonesia. Diakses pada 29 Maret 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun