Setiap kali santri mencium tangan kiai, sebagian orang kota mungkin melihatnya sebagai feodalisme. Namun bagi pesantren, itu adalah bahasa adab---tanda hormat kepada ilmu dan pembawanya. Di balik kesederhanaan seorang kiai tersimpan tirakat panjang: menahan lapar, berjaga dalam doa, dan menundukkan diri sebelum menundukkan dunia.
Di kampung-kampung Jawa, kiai dihormati bukan karena kekuasaan atau kekayaan, melainkan karena laku hidupnya yang sederhana dan tulus. Ilmunya bukan sekadar hasil belajar, tetapi buah dari tirakat, puasa, dan pengendalian diri. Dalam dirinya berpadu ilmu rasional dan ruhani. Otoritasnya lahir bukan dari gelar, tapi dari ketulusan dan kesabaran spiritual.
Secara antropologis, penghormatan kepada kiai adalah bentuk cultural authority---otoritas moral yang tumbuh dari pengakuan sosial dan spiritual, bukan dari kekuasaan formal. Seperti disebut Clifford Geertz, kiai menjadi penjaga keseimbangan antara dunia profan dan sakral.
Tirakat bagi kiai bukan ritual pribadi, tetapi bukti keaslian iman. Kesederhanaan dan pengendalian diri menjadikan ilmunya hidup dalam laku, bukan sekadar ucapan. Karena itu, kepercayaan masyarakat tumbuh dari teladan, bukan perintah.
Kiai menjadi pusat moral masyarakat: penafsir makna, penengah konflik, dan penjaga nilai. Kritik yang menilai penghormatan kepada kiai sebagai feodalisme sering gagal memahami logika budaya pesantren. Relasi kiai-santri bukan kekuasaan, melainkan relasi spiritual antara guru dan pencari ilmu.
Dalam pandangan pesantren, adab adalah kunci. Ilmu tanpa adab kering, adab tanpa ilmu buta. Hierarki di pesantren bukan bentuk penindasan, melainkan jalan menjaga sanad dan keikhlasan.
Pada akhirnya, penghormatan kepada kiai bukanlah penghambaan, tetapi kesadaran etis bahwa pengetahuan sejati menuntut kerendahan hati. Di tengah dunia yang serba cepat, kiai tetap menjadi penanda bahwa kebijaksanaan lahir dari kesabaran, keikhlasan, dan jalan sunyi menjaga makna hidup.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI